Siapakah Pejabat yang paling menikmati Twitter? jawabnya bukan Tiffatul, karena jelas-jelas si Tiffie pernah bilang bahwa akun twitter-nya tidak dia kelola sendiri, tapi ada tim. Nah, yang paling menikmati twitter, mention-nya : Enak dibaca dan Perlu, Serius bisa, jenaka-pun bisa, adalah Dahlan Iskan.
Sejak jadi Boss PLN Dahlan Iskan dekat dengan rakyat, Dahlan Iskan ini kayaknya memang punya semacam kecanduan menulis, atau hypergraphia, rasa keterdesakan menulis, tapi itu wajar karena ia memang dibesarkan dalam dunia kewartawanan, isi twitter2 Dahlan Iskan lucu-lucu, mention-nya sering mengejutkan, dan kadang-kadang dia bikin tema, misalnya pas hari Rabu, dia mention cuman nanya melulu. Saking enak dibaca twitter Dahlan Iskan, twit-twit itu ada yang dibuatkan buku, dari twitter yang komunikatif inilah kemudian Dahlan Iskan mengembangkan dirinya, melakukan personal branding yang lebih dimengerti, bahasanya bahasa rakyat dan dia mampu mengembangkan bahasa rakyat itu ke dalam apa yang ia inginkan.
Penyakit pejabat umumnya adalah penyakit yang mengasingkan dirinya ‘tenggelam’ ke dalam bahasa rakyat. Coba liat twitter SBY yang berbahasa kaku dan kurang enak dibaca. Berbeda misalnya dengan bahasa Sukarno yang menggelora, andai di jaman Bung Karno udah ada twitter, dipastikan ruang eksplorasi dalam berbangsa tidak berpusar dalam podium tapi dalam twitter. Bahasa SBY di twitter bahkan lebih kering daripada Bahasa Suharto.
SBY mencoba komunikatif, tapi dia tidak mau melakukan substansi atas komunikasi itu, apa itu substansi komunikasi?, Substansi komunikasi adalah membangun hubungan komunikasi dengan persentuhan hati. Dan Dahlan Iskan dalam hal ini mampu menembus hati banyak followernya dengan bahasa ringan namun membawa alam perenungan.
Kelak, di alam informasi yang semangkin bulat tanpa celah-celah asimetri ini maka fungsi sosial media akan menjadi nomor satu, seperti Alvin Toffler bilang di tahun 1987 saat meluncurkan buku “Gelombang Ketiga” …di abad nanti tak ada yang bisa menjawab pengetahuan, kepemimpinan dan kebudayaan tanpa membawa informasi yang cepat, kita akan mengalami masa “Gandhi dengan Satelitnya” dan apa Satelit itu, Satelit itu adalah sosial media.
Pernah satu saat seorang Pemimpin TV Nasional bilang pada saya dia tidak percaya dengan Sosial Media, dan hasilnya nama dia memang tidak branding dan selalu jeblok dalam rating, karena dia masih percaya spanduk, masih percaya pada komunikasi konservatif. Komunikasi bentuk lama dalam politik adalah komunikasi manipulatif sementara komunikasi modern adalah komunikasi dua arah, dimana pemimpin dan rakyatnya nyemplung di satu ruang yang sama, ruang kebersamaan.
Dan di Twitter Dahlan Iskan sudah menemukan jiwanya.
-Anton DH Nugrahanto-
http://m.kompasiana.com/post/politik/2013/04/14/twitter-dahlan-iskan-twitter-sby/
Twitter Dahlan Iskan, Twitter SBY
Oleh: Anton Dwisunu Hanung Nugrahanto | 14 April 2013 | 16:43 WIB