Ketika saya pertama kali berkunjung ke Beijing tahun 2007, saya sempat terheran-heran melihat perkembangan ekonomi China yang “ruaar” biasa. Setahu saya di awal tahun 1960 s.d awal 1970-an pendapatan perkapita Indonesia jauh di atas pendapatan perkapita China. Tapi kita lihat data WB 2010 pendapatan perkapita Indonesia sebesar US$2.580 dan China US$4.260. Hampir 2 kali lipat.
Pada waktu itu, saya sempat bertanya dengan salah satu penduduk sana (kebetulan yang bersangkutan juga berprofesi sebagai guide).
Saya Tanya “Kenapa China bisa seperti ini ekonominya” :
Secara singkat dia menjawab:
“Sebenarnya kami meniru pola pengembangan Ekonomi Indonesia pada awal pemerintahan Soeharto, di mana gencar mendatangkan Investor Asing, dengan iming-iming prosentase bagi hasil keuntungan yang akan diberikan kepada Investor Asing jauh lebih besar dibanding bagi hasil untuk Pemerintah Indonesia, tapi syaratnya mayoritas bahan baku dan SDM harus orang Indonesia. Pola Indonesia tersebut sampai sekarang masih kami terapkan di sini.”
Saya malah bertanya-tanya dalam hati “Kenapa dengan pola yang sama Indonesia kok jauh tertinggal, jangan-jangan Pemerintah Indonesia sudah merubah pola bagi hasilnya atau ekstrimnya dibalik, yakni bagi hasil terbesar untuk APBN (Pemerintah Indonesia), dan sebagian kecil untuk Investor Asing, dan bahan baku dan SDM terserah kebijakan Investor Asing”. (dalam hati saya tetap positive thinking, kalo emang itu benar, mungkin Pemerintah Indonesia bermaksud mau mendistribusikan bagi hasil tersebut langsung ke masyarakat. Karena saat itu masyarakatnya kompetensi dan ketrampilannya masih rendah. Mungkin ke depan akan kembali lagi ke pola awal pemerintahan Soeharto)”
Dia menjawab lagi : “Kami juga pernah dapat tawaran dari Investor Asing, kalo bagi hasilnya yang besar untuk pemerintah China aja, tapi bahan baku dan SDM diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan Investor Asing. Tapi Pemerintah kami menjawab dengan tegas ‘Tidak Mau’. Hal ini dilakukan oleh pemerintah kami dengan alasan, Investor Asing akan banyak melakukan mark-up biaya melalui hidden transactions dengan anak perusahaannya yang ada di luar, sehingga keuntungan bersih yang diperoleh Investor Asing jadi mengecil, dan otomatis nominal yang diterima pemerintah kami jadi kecil juga (meskipun prosentase bagi hasilnya besar dan sebaliknya bagi investor asing meskipun prosentase bagi hasilnya kecil tidak menutup kemungkinan memperoleh nominal keuantungan yang jauh lebih besar dibandingkan pemerintah kami, karena mereka melakukan mark-up by hidden transactions. Hidden transactions ini, bagi pemerintahan kami agak sulit dibuktikan dan sulit diperiksa, karena jauh di luar kekuasaaan kami”.
Pada saat itu, Investor Asing sempat mengancam keluar dari China, waktu itu yang benar-benar keluar dari China adalah perusahaan otomotif Jepang (Toyota). Pemerintah kami tidak takut mereka keluar, karena kami memiliki pasar yang besar bagi perusahaan-perusahaan otomotif pada waktu itu. Dan kami tidak ingin hanya jadi konsumen dan penonton, tapi kami ingin juga jadi pelaku, seperti saat ini yang saudara lihat.
Keyakinan Pemerintah kami benar, selang beberapa tahun kemudian Toyota masuk kembali, karena mereka mengamati perkembangan perusahaan otomotif Jerman (VW-volkswagen), dengan pola yang ditawarkan pemerintah China seperti itu, kok perkembangannya sangat pesat. Akhirnya Toyota dengan mantap kembali masuk ke China dan menerima persyaratan yang diminta oleh Pemerintah China, yakni bagi hasil terbesar untuk Investor Asing, dan bahan baku serta SDM mayoritas dari China”.
Saya hanya manggut-manggut……Oooo… Indonesia kan juga memiliki pasar yang besar dengan jumlah penduduk mencapai 259.940.857 dengan komposisi 132.240.055 laki-laki dan 127.700.802 perempuan (terhitung per 31 Desember 2010 – Kompas 27 Maret 2013). Suatu pasar yang menurut hemat saya cukup besar dan bahkan sangat besar. …Pertanyaan berikutnya kapan Indonesia kembali ke pola pembangunan ekonomi di awal era Soeharto, sehingga bisa kayak China? Wallahu A’lam Bishawab
http://m.kompasiana.com/post/bisnis/2013/03/27/china-hebat-karena-meniru-indonesia/
China Hebat karena Meniru Indonesia
Oleh: Dwi Suslamanto | 27 March 2013 | 13:04 WIB