Sebuah koran lokal pada hari Rabu (13/3) ini memuat berita tentang ancaman gas beracun dari kawah Timbang di Gunung Dieng menjadi kepala beritanya. Kawah yang beralamat di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, mulai meningkat aktivitasnya pada awal tahun ini. Dan hal tersebut semakin menjadi-jadi dengan ditandai adanya gempa vulkanik seminggu yang lalu.
Selain terjadi gempa, aktivitas Gunung Dieng disertai juga dengan kemunculan “monster” pembuat horor di kawasan Dieng yakni gas beracun CO2. Walaupun minggu lalu sang monster telah memangsa korban berupa seekor kucing hutan dan seekor marmut “percobaan”, namun kejadian horor itu rupanya tidak lantas membuat masyarakat waspada.
Pada hari Selasa (13/3) kemarin nyaris terjadi korban manusia ketika seseorang yang nekat mendekati kawah dengan mengendarai mobil, hampir saja menghirup gas beracun jika saja dia tidak berlari menjauh dari mobilnya yang tiba-tiba mati mesin. Dikabarkan orang tersebut bisa selamat karena dia berlari sambil menahan napasnya.
Tragedi Sinila 1979
Sekedar mengingatkan kembali, pada tanggal 20 Februari 1979 pagi, kawah Sinila di Desa Dieng Wetan meletus dan menimbulkan gempa. Karena panik, ratusan warga lari berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Tapi nahas, alih-alih selamat, sebanyak 149 orang meninggal karena menghirup gas beracun CO2 yang keluar dari sarangnya di kawah Timbang, tetangga dekat kawah Sinila. Gas tersebut keluar dari kawah Timbang karena terpicu letusan kawah Sinila.
Tragedi Musnahnya Dusun Legetang 1955
Sampai saat ini, dataran tinggi Dieng merupakan kawasan yang masih labil. Otoritas yang berwenang pun telah menyebarkan peringatan tentang hal tersebut. Di wilayah yang sejatinya merupakan kaldera raksasa ini dapat saja terjadi pergerakan tanah yang tiba-tiba, baik itu merekah maupun longsor.
Rekan-rekan Kompasianer mungkin ada yang belum mendengar cerita tentang sebuah dusun yang hilang karena “ketiban gunung”.
Pada tengah malam tanggal 16 April 1955, menjelang pergantian hari, Dusun Legetang yang masuk dalam wilayah administrasi Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Banjarnegara, tiba-tiba lenyap dari permukaan bumi. Penyebabnya adalah potongan puncak gunung/bukit Pengamun-amun yang beberapa minggu sebelumnya telah terlihat retakannya, pada malam yang dingin itu bongkahan tanah berukuran raksasa tersebut tiba-tiba “terbang” dan berpindah ke lembah dimana Dusun Legetang berada.
Sebanyak 332 jiwa penduduk Dusun Legetang dan 19 orang dari desa-desa tetangga yang tengah berkunjung ke dusun tersebut ikut tertimbun dan dianggap meninggal. Beredar cerita tentang kondisi sosial masyarakat dusun yang sebagian besar berperilaku kurang terpuji, yang mengingatkan orang akan kaum Sodom Gomorah yang dihukum Tuhan dengan cara yang kurang lebih sama.
Yang sangat aneh dan menjadi misteri adalah, mengapa kawasan antara kaki gunung dan perbatasan Dusun Legetang yang berjarak beberapa ratus meter (jurang dan sungai), tidak ikut tertimbun. Terbangkah bongkahan longsoran gunung Pengamun-amun itu? Wallahualam.
Berbahaya Namun Tetap Cantik
Meskipun dataran tinggi Dieng menyimpan begitu banyak potensi bahaya, namun kawasan tersebut tetaplah daerah yang menarik untuk dikunjungi karena keindahan alamnya. Wisatawan tetap dapat berkunjung dengan aman dan tenang sepanjang mereka bersedia mematuhi peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pihak-pihak berwenang. Saya pernah berlibur selama seminggu di kawasan Dieng, berjalan-jalan ke kawah-kawah dan pelosok bukit, dan alhamdulillah aman-aman saja. Tetap menyenangkan asalkan kita selalu waspada.
http://m.kompasiana.com/post/jalan-jalan/2013/03/13/horor-dieng-itu-nyata-adanya/
Horor Dieng Itu Nyata Adanya
Oleh: Kandar Tjakrawerdaja | 13 March 2013 | 14:35 WIB