Sebuah pertanyaan diajukan oleh anak dari Aji Prasetyo, komikus Hidup Ini Indah.
‘Pak, berapa sih harganya harga diri?’
‘Loh, ndak ada, harga diri itu tidak dinilai dengan uang.’
‘Tapi Pak, kok pakai kata HARGA sih ? Kan semua yang ada harganya memang untuk DIJUAL?’
Dialognya sampai situ saja, tapi saya jadi kepikiran. Dengan gaya bepikirnya yang sederhana, ternyata memaksa saya untuk menyelami, apa sih harga diri itu?
Menurut Stuart dan Sundeen pada buku Principles and Practice of Psychiaric Nursing, harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai, dengan menganalisis seberapa jauh perilakunya dapat mencapai kriteria ideal dirinya. Dapat diartikan pula bahwa harga diri menggambarkan sejauh mana seseorang menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, keberhargaan, dan kompeten.
Mungkin itu sebabnya disebut HARGA ya, karena ada PENILAIAN yang dilakukan terhadap diri sendiri.
Lalu, apa bedanya harga diri tinggi dan harga diri rendah?
Harga diri tinggi menyebabkan seseorang berpikiran positif, percaya diri, produktivitas tinggi, dan luwes dalam bergaul. Sebaliknya, harga diri yang rendah menyebabkan seseorang bersifat sangat sensitif, minder sehingga kaku dalam bergaul, yang akhirnya mengganggu produktivitas kerjanya. Harga diri rendah juga menyebabkan ia berpikir mengenai posisi nilai tawarnya yang rendah (bargaining power), sehingga apapun menjadi tawaran yang menarik baginya.
Kembali ke pertanyaan ‘berapa harga diri dijual?’
Saya rasa harga diri akan berkorelasi dengan prinsip hidup. Sehingga untuk memudahkan menjawab pertanyaan tersebut, pertanyaannya saya ubah menjadi,
‘dengan harga berapa prinsip hidup bisa terjual?’.
Prinsip hidup sendiri saya bayangkan berhubungan dengan nilai-nilai yang kita anut, baik sebagai pribadi, sebagai bagian dari masyarakat dan sebagai umatNya.
Jadi ketika saya memutuskan menjual harga diri dengan menerima uang damai, uang suap, uang sogokan, uang haram atau apalah namanya, ya segitulah harga diri saya. Atau ketika saya bersedia menukar cinta saya demi om-om kaya yang membujuk saya jadi entah-istri-keberapanya, menulis sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani demi sebuah imbalan, atau mengorbankan anak buah demi sebuah jabatan, ya di sanalah harga diri saya berada.
Saya jadi ingin mengaitkan harga diri dengan nurani. Nurani yang akan mempertahankan harga diri saat jiwa dan raga ditawari sesuatu yang menggoda. Nurani tak bisa dipengaruhi oleh godaan, nurani hanya bisa dibekap, diperkosa haknya untuk tidak bicara.
Yang saya tahu, harga diri mungkin tak bisa menjamin hidup saya bakal berkecukupan, harga diri tak bisa membuat saya mencapai posisi tertinggi, harga diri tak bisa membuat saya disukai semua orang. Namun harga diri akan menjaga kepala saya tetap tegak, bahkan saat ditimpa persoalan.
Kembali ke pertanyaan semula ‘dijual berapa harga diri saya?’
Priceless.
Tulips in the Snow (pinterest.com)
Bagus, jadi ingat masa lalu bacanya