Pagi ini, saya dapat BBM dari seorang teman yang kebetulan membaca berita dan tulisan saya sepekan terakhir. Isinya kurang lebih menanyakan kenapa saya selalu menulis cerita positif tentang Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Apakah ada gratifikasi atau fasilitas khusus yang diberikan Pak Gubernur?
Saya hanya membalas dengan emoticon tertawa ngakak guling-guling. Belum tahu dia, pikir saya. Okelah, saya memaklumi dan tidak menyangkal bahwa hampir di setiap instansi pemerintah, wartawan disediakan ‘budget’ khusus. Entah itu judulnya uang transport-lah, uang makan, atau uang-uang lain.
Di kalangan wartawan, yang begitu disebut jalean. Perkara si wartawan mau ambil atau nggak, itu urusan mereka masing-masing. Si humas biasanya berdalih, “Emang udah ada anggarannya kok,”. Bukan so munafik, saya termasuk yang tidak berani menerima, bukan tidak mau. Hehehe..
Nah, pengalaman saya selama kurang lebih 4 tahun bergonta-ganti pos liputan, baru di Balai Kota ini yang paling ’sengsara’. Disediakan ruang pers, tapi kondisinya kurang terawat. Toiletnya bisa dibilang jorok. Ya, ada fasilitas standar-lah seperti komputer dan TV plasma. Ada juga kantin kecil. Tapi, kalau dibandingkan dengan gedung milik instansi lain, jauh.
Jangankan ada jalean, wartawan Balai Kota hanya disediakan satu mobil mini bus (baca : elf) untuk mengikuti Jokowi blusukan kemana-mana. Kapasitas elf paling cuma berapa sih? Sedangkan jumlah wartawannya aja banyak banget. Alhasil, kami yang nggak kebagian tempat di elf, khususnya wartawan cetak dan online tanpa fasilitas mobil kantor, terpaksa merayu-rayu teman dari stasiun TV untuk ikut nebeng. Sejauh ini, yang paling baik memberikan saya tebengan adalah teman-teman dari Metro TV. Hehe..
Saya pernah satu kali ikut mobil elf tersebut. Wah, jangan dibayangkan bisa duduk nyaman. Di dalam itu kami berdesak-desakan karena mobil dipaksa mengangkut lebih dari kapasitas. Malah ada beberapa orang yang duduknya menghadap ke belakang. Pokoke yang penting terangkut. Iya kalau rutenya dekat, kalau jauh? Bisa kesemutan dan kram otot.
Ini beda banget dengan yang saya rasakan waktu ngepos di Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Bursa Efek Indonesia, dan Bank Indonesia. Mereka hampir pasti ‘melayani’ wartawan dengan sangat baik. Makan dijamin, fasilitas transportasi pun aman. Bis-nya hampir pasti ber-AC. Pokoknya wartawan terima beres aja deh. Duduk tenang dan menikmati perjalanan sambil ngetik berita.
Dari gambaran diatas bisa ketebak kan gaya Jokowi seperti apa? Benar-benar tidak ada gratifikasi khusus wartawan. Fasilitas yang disediakan ya ala kadarnya saja. Ini sesuai yang saya alami, lho ya. Nggak tahu dengan teman-teman lain yang sudah ngepos disini lebih lama. Jadi, kalau ada yang bilang wartawan ‘disogok’ untuk selalu nulis berita positif tentang Jokowi, wah mending rasain sendiri aja deh ‘kejam’-nya Balai Kota. Hehehe..
Saya pribadi, pasti akan membagi semua cerita menarik mantan Walikota Solo itu. Mau yang baik atau buruk. Cuma, selama lima hari ini, saya belum menemukan yang buruk dari tingkah Pak Gubernur. Entah ya itu disebut pencitraan atau bukan. Hanya saya merasa, terlalu naif saja jika memandang sinis kerja keras yang dilakukan seseorang. Toh, Jokowi sudah merealisasikan beberapa janji, meski belum sepenuhnya. Harap maklum-lah, semua butuh proses.
Oh ya, satu lagi. Kerja keras Jokowi ikut dirasakan oleh kami yang meliputnya. Dia punya tenaga kuda, kami harus punya tenaga banteng. Peralatan yang kami bawa mirip mau perang. Perbekalan itu mutlak. Karena setiap hari, selalu ada kejutan yang dia lakukan. Terutama, kalau mau blusukan.
Wartawan jarang sekali mendapat kepastian agenda dari humas. Ini bukan salah humas, karena Pak Gubernur sendiri yang pelit menjawab jika ditanya akan pergi kemana. Pokoknya, wartawan ngikut aja deh kemanapun. Ikut secara sukarela, tanpa dipaksa harus meliput setiap kegiatan.
Setelah ‘dikerjai’ hari Senin lalu, saat tiba-tiba mobil Jokowi menghilang saat pergi ke Kota Tua, Jum’at (15/2) kemarin, kejadian yang sama hampir terulang. Wartawan dapat kabar bahwa dia akan blusukan ke Marunda, Jakarta Utara. Mau menjajal transportasi air (waterway) yang baru diresmikan satu hari sebelumnya. Tapi, terdengar selentingan juga dia mau ke Kampung Pulo terlebih dulu.
Baiklah, daripada tidak jelas, kami wajib mengikuti iring-iringan mobil Jokowi. Berangkat jam 2 siang, seperti biasa saya menumpang mobil Metro TV bersama 2 teman dari Tempo dan Liputan6.com. Kami harus memastikan mobil berada tepat di belakang mobil Dishub DKI atau elf khusus wartawan. Maksudnya, biar nggak ketinggalan.
Mobil dinas Jokowi, Toyota Innova bernomor polisi B 1969 PQP hanya dikawal dua motor patroli Dishub DKI. Di belakangnya, selain mobil Dishub DKI, mobil para wartawan wajib mengikuti kecepatan laju kendaraan di depan. Jadi, kalau kalian melihat ada pemandangan iring-iringan mobil tersebut, sebaiknya minggir dulu dan kasih jalan sebentar.
Mobil Metro TV yang saya tumpangi berada tepat di belakang elf. Kecepatan cukup tinggi, ditambah harus melakukan manuver salip kiri kanan bak ular di tengah kemacetan. Ini rasanya seperti sedang naik mobil balap di film Fast and Furious. Sang supir yang ditugaskan membawa wartawan Balai Kota ini harus memiliki keahlian dan jam terbang tinggi seperti layaknya polisi mengejar bandit. Sedangkan para penumpang, sebaiknya banyak berdoa biar selamat. Hehehe..
Di tengah jalan, kami dibuat bingung karena jika mau ke Marunda, harusnya mobil di depan langsung saja belok kiri masuk tol Tanjung Priok dari arah Senen. Tapi, ini malah lurus terus mengarah ke Cawang. Mau kemana ini Jokowi? Apa benar ke Kampung Pulo dulu? Ops..let’s enjoy the game. Hahaha..
Kami ber-enam di dalam mobil main tebak-tebak buah manggis. Ini seru banget. Tiba-tiba mobil masuk jalan tol, lurus terus, sampai masuk tol Cikampek. Wah, makin deg-degan. Apa mungkin ini ke Bandung? Karena kami dapat info Jokowi mau datang kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat pasangan Rieke - Teten. Sampai di dekat pintu tol Jatibening, makin heboh. Kalau mobil di depan jalan terus, artinya benar mengarah ke Bandung. Tapi, kalau masuk tol JORR, berarti arah Marunda, Jakarta Utara.
Dan, eng ing eng..mobil mengambil jalur kiri mengarah JORR. Yups, berarti tujuannya Marunda. Pfiuhh..kami semua lega karena bukan Bandung yang dituju. Bayangkan, kalau mobil mengarah kesana sedangkan kami tidak membawa persiapan baju ganti dan perlengkapan lain.
Sedikit intermezo, pas asyik-asyiknya ngebut, mobil Metro TV yang kami tumpangi sempat disalip mobil Suzuki APV warna putih yang juga membawa teman media. Saat mau mengambil posisi kembali di belakang elf, mereka ngotot dan tidak mau memberi jalan. Ketika dilihat, ada logo kecil di bawah kaca, tvOne.
Oppss, ternyata kompetitor. Teman dari Metro TV langsung ketawa dan berujar, “Wah..sampai segitunya dia..hahaha.. Oke, cukup taulah!”. Pelajaran lagi nih, persaingan tidak hanya terjadi di depan layar kaca Anda, tapi juga di jalan raya. Hehehe..
Sekitar pukul 15.30 WIB, kami tiba di dermaga Marunda, dekat sekali dengan rumah susun yang baru selesai dibangun. Harus diakui, tempat ini sangat jauh dan terpencil dari akses publik. Sepi, dan tidak begitu banyak masyarakat menyemut. Disediakan bagi warga pinggiran kali Muara Baru agar mendapat tempat tinggal yang lebih layak. Waterway ada untuk memberi kemudahan transportasi bagi mereka.
Jokowi diantar masuk ke dalam Kapal Motor Kerapu II. Kapal ini adalah satu diantara dua kapal yang rencananya disediakan Pemprov DKI Jakarta, melayani rute Marunda - Muara Baru. Lantaran kapasitasnya maksimal hanya 30 orang, maka yang diprioritaskan ikut rombongan adalah teman-teman fotografer dan kameraman stasiun TV. Saya terpaksa menumpang kapal patroli disebelahnya.
Kapal berangkat tepat pukul 16.10 WIB dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Tapi, faktanya, sampai dermaga Muara Baru sekitar 1 jam. Sang pengemudi kapal yang berasal dari Dishub DKI, M. Syamsi, beralasan karena rute yang dilewati agak memutar. Mungkin, ingin membawa Jokowi jalan-jalan. Selain itu, ombak pun sedang cukup tinggi.
Kapal patroli yang saya naiki memiliki ukuran fisik yang sedikit lebih luas dan lebar dibanding kapal Kerapu II. Saat saya mencoba, rasanya cukup asyik. Menghadang ombak, bergoyang ke kiri dan kanan, dihempaskan ke atas dan bawah. Agak sedikit pusing. Beberapa teman mengaku mual. Saran saya, kalau mau coba naik kapal ini, makan dulu dan siapkan minyak angin. Jaga-jaga kalau mabuk laut.
Saya yang berada di kapal patroli saja sudah cukup ‘diaduk-aduk’, apalagi yang berada di kapal Kerapu II itu. Karena ukurannya lebih pendek dan kecil, maka potensi mual dan pusingnya juga jadi lebih besar. Namun, bagi warga yang tinggal di sekitar situ, mungkin sudah biasa menerjang ombak begini. Jokowi sendiri mengaku sudah tidak mabuk lagi seperti dulu, malah asyik dan senang.
Kapal tiba di dermaga Muara Baru sekitar pukul 17.05 WIB. Jokowi disambut dan dielu-elukan warga. Penasaran ingin tahu seperti apa wujud aslinya. “Ini dia yang kedua kali nih dateng. Tapi, saya baru sekarang lihat,” kata Enoh, 33 tahun, seorang ibu rumah tangga. “Woi, cium tangannya gih sono biar berkah,” teriak seorang ibu lain di belakang saya.
Tidak sampai 15 menit berbincang dengan warga, Jokowi berjalan ke arah jalan raya. Kami masih tidak tahu apa yang akan ia lakukan. Ternyata, seorang asisten memanggil taksi Express, dia bersama tiga orang staf naik dan taksi meluncur. Sempat ditanya mau kemana, jawabnya, “Mau pulang”. Haduh, Pak..serempak wartawan tepok jidat. Jauh-jauh ke Marunda sampai kebut-kebutan, nyobain waterway, lalu nggak lama pulang naik taksi.
Itu siapa ya supir taksi Express yang beruntung itu?Ah, sayang saya kurang jeli dan lupa mencatat nomor pintunya. Sudahlah, begitu Jokowi berlalu, saya dan teman-teman kemudian ditawari pulang menggunakan waterway lagi. Kompak, kami sepakat menggeleng. “Nggak ah, nunggu mobil kantor aja Pak,” kata teman dari Metro TV. “Kapok, Pak. Saya mabok” timpal kawan yang lain.
Akhirnya, semua mobil TV dan elf diminta menjemput kami di Muara Baru. Tadinya mau ikut elf, tapi berebut dan sudah penuh. Untunglah, teman dari SCTV menawari tebengan sampai Senayan. Saya ikut mereka, turun di JCC, dan pulang ke rumah naik taksi seperti Pak Jokowi. Hehehe..
http://m.kompasiana.com/post/sosok/2013/02/16/di-balik-cerita-baik-jokowi-sampai-blusukan-ke-marunda/
Di Balik Cerita Baik Jokowi Sampai Blusukan Ke Marunda
Oleh: Firda Puri Agustine | 16 February 2013 | 13:09 WIB
buy generic isotretinoin internet visa with free shipping Sale Generic Worldwide Stendra 50mg Medication Overnight Fedex Wakefield Amoxil Chats Melange <a href=http://tadalaffbuy.com>cialis for sale</a> Acheter Xenical Leukemia By Antibiotic Amoxicillin
Thailand Pharmacy Online <a href=http://tadalaffbuy.com>cheap cialis online</a> Herbal Viagra 200mg