Teya Salat
HomeBlog Okta AdityaAbout me
Jumlah pengunjung total blog :771095

Visit XtGem.com686Mozilla
My Acount Facebook

My Acount Twitter

Follow @AdityaEmail_


International News Latest


Google News

Source: Google news


Top News CNN

Source: CNN



BLOG NYA OKTA ADITYA

Teraktual, Menarik, Bermanfaat, dan Terinspirasi dalam mengabarkan segala opini, ide, gagasan maupun berbagai macam pengalaman dari berbagai kalangan. Blog yang terpercaya rekomendasi Google.


Semula saya membuat blog ini dari awalnya hanya ingin menulis tentang pengalaman, pandangan, opini dan gagasan saya pribadi.

Lantas, setelah saya sering membaca berbagai opini dan gagasan para penulis lainya yang sangat inspiratif dan sangat bermanfaat, saya tergerak untuk mengeshare di blog saya, bertujuan agar sebagai catatan berguna suatu saat untuk saya sendiri dan semoga bermanfaat juga bagi siapa yang berkunjung di blog saya ini.

Semua konten rata-rata berasal dari situs http://kompasiana.com konten tulisan yang asli dan unik dari para member kompasiana, Kompasiana menyediakan sebuah wadah yang memungkin setiap pengguna Internet membuat konten berita, opini dan fiksi untuk dinikmati oleh para pengguna Internet lainnya.

Walhasil, sekitar 800 konten dalam bentuk tulisan dan foto mengalir di Kompasiana. Konten-konten yang dibuat warga juga cenderung mengikuti arus positif dan bermanfaat karena Kompasiana akan memoderasi konten-konten negatif selama 24 jam.

Nah, dari berbagai tulisan itulah saya menyaring beberapa tulisan yang saya kira wajib untuk saya simpan sendiri, sudah barang tentu tulisan yang aktual, inspiratif bermanfaat dan menarik.

Sebagai sebuah media, Kompasiana cukup unik. Karena dari sisi konten, media berslogan “sharing connecting” ini mengelola konten-konten di dalamnya layaknya sebuah media berita yang selama ini hanya diisi oleh wartawan dan editor media massa. Tapi dari sisi User Interface maupun User Experience, Kompasiana merupakan media sosial yang menyajikan dua fitur utama sekaligus, yaitu fitur blog (social blog) dan fitur pertemanan (social networking).

Itulah yang membuat Kompasiana melejit cepat menjadi website besar hanya dalam kurun waktu empat tahun. Bila sekarang Anda mengecek posisi Kompasiana di pemeringkat website Alexa.com, Anda akan melihat peringkatnya berada di posisi 30 (pernah berada di posisi 29, kadang turun ke posisi 32) di antara website-website yang diakses di Indonesia.

Di kategori website media sosial, Kompasiana berada di posisi ke-8 setelah Facebook (1), Blogspot.com (4), YouTube (5), Wordpress (7), Kaskus (9), Blogger.com (11) dan Twitter (12). Sedangkan di kategori website berita dan informasi, media warga ini berada di posisi ke-4 setelah Detik.com (8), Kompas.com (12) dan Viva.co.id (19). Posisi ini cukup kuat, karena di bawah Kompasiana masih ada Okezone.com (33), Kapanlagi.com (35), Tribunnews.com (40), Tempo.co (47), dan media massa besar lainnya.

Ke depan, dengan semakin besarnya euporia masyarakat Indonesia dalam menggunakan internet dan media sosial, serta semakin besarnya pengakses internet lewat ponsel, Kompasiana mendapat tantangan besar untuk terus meningkatkan kinerjanya. Tantangan itu hanya bisa dijawab dengan menghadirkan enjin yang lebih stabil, lebih andal, lebih nyaman, lebih terbuka dan lebih sosial. Juga harus dihadapi dengan kesiapan insfrastruktur yang lebih besar dan kuat. Dan itulah yang sedang berlangsung di dapur Kompasiana jdi awal 2013.



Bagi yang suka ide gagasan, alasan, ulasan dan opini yang dekstruktif, dijamin tidak akan kecewa membaca tulisan kompasianer yang saya share di balik konten saya dibawah ini,

Selamat membaca, Semoga bermanfaat walau tidak sependapat,
Konten dan artikel selengkapnya klik tautan ini.,
Artikel dan Konten Blog :

Kontroversi Andrea Hirata

Label “International Best Seller” yang dasar penetapannya tidak jelas ini ternyata dipergunakan Andrea Hirata untuk mengolok-olok sejarah sastra Indonesia selama kurun kurang dari seratus tahun.

DELAPAN tahun setelah terbitnya Laskar Pelangi melalui penerbit Bentang Pustaka dilansir kabar yang sangat menyenangkan untuk didengar. Andrea Hirata, penulis kelahiran Belitung yang menulis seri kisah anak lelaki bernama Ikal dari pulau Belitung yang miskin tetapi akhirnya sukses, aktif mengabarkannya lewat beragam media, baik mainstream maupun akun media sosialnya. Pertama, ‪Farrar, Straus and Giroux‬ (selanjutnya disingkat FSG) akan mencetak Laskar Pelangi di bulan Februari 2013. Andrea Hirata adalah penulis pertama dari Indonesia yang mendapat kesempatan dari penerbit yang terbiasa mencetak karya-karya sastrawan dunia. Kedua, Laskar Pelangi mendapat pengakuan sebagai “International Best Seller”. Ini didasarkan atas pencantuman label di bagian atas sampul Laskar Pelangi terbitan dari negara Turki.

Kedua kabar ini tidak secara serentak diberitakan, melainkan bertahap disampaikan. Semua mulai bergulir sejak terjemahan Laskar Pelangi lebih dulu dicetak oleh penerbit-penerbit di luar Indonesia, seperti Penguin Books dan Random House dan kemudian dipasarkan ke lebih dari 20 negara. Siapapun orang Indonesia pastilah bangga mendengarnya. Jarang sekali, bukan berarti tidak ada, penulis Indonesia menorehkan prestasi demikian.

Malahan, sebagai publisis yang bergerak di bidang buku dan film, saya nyatakan terbitnya Laskar Pelangi telah mengubah lanskap sejarah penerbitan dan perfilman. Di penerbitan, Laskar Pelangi telah tercetak lebih dari 5 juta eksemplar lewat ritel resmi dan di pasar gelap mencapai 15 juta eksemplar. Itu artinya, dalam kurun waktu kurang dari satu dekade, 20 juta eksemplar dimiliki oleh pembaca. Booming karya Laskar Pelangi melahirkan genre yang dinamakan Novel Otobiografis atau biasanya saya sederhanakan artinya menjadi “novelisasi kisah hidup sendiri”. Sontak, penerbit berlomba mencari penulis yang mampu mengangkat kisah hidupnya dan sedapat mungkin dijadikan novel, hanya untuk mengikuti tren yang muncul karena Laskar Pelangi. Di film, kisahnya kurang lebih sama. Lewat tangan kreatif Mira Lesmana, Riri Riza, dan Salman Aristo sebagai penulis adaptasinya, film Laskar Pelangi mencetak angka penonton yang masih tercatat sebagai angka paling tinggi: 4.606.785 (Catatan Filmindonesia.or.id dari laporan jaringan 21 Cineplex). Sampai tahun 2013 ini, angka penonton ini hampir saja dilampaui oleh film Habibie & Ainun dengan jumlah penonton sebanyak 4.207.864. Sama halnya seperti di penerbitan, booming Laskar Pelangi menderaskan pengadaptasian buku-buku bestseller lain di Indonesia, bahkan bisa dikatakan “film adaptasi” adalah pilihan yang dipertimbangkan produser bahkan melampaui film horor.

Kalau tidak karena pernyataan sensasional yang disampaikan Andrea Hirata pada Selasa, 12 Februari 2013 dan dimuat di sejumlah media nasional, saya masih dalam kerangka berpikir yang sama. Karena pernyataan itu juga saya kemudian melakukan pengecekan ulang atas semua yang pernah dinyatakan Andrea Hirata mengenai pengakuan internasional atas karya Laskar Pelangi.

Klaim Penulis?
September 2012, Andrea Hirata memberitakan dirinya telah ditandatanganinya kontrak perjanjian dengan pihak penerbit FSG. FSG adalah sebuah penerbit yang dianggap sebagai penerbit terakhir yang hanya menerbitkan karya sastra dan terkenal karena daftar para penulis yang diterbitkan melaluinya, mulai dari karya fiksi sastra, narasi non-fiksi, puisi, hingga sastra anak. Nama-nama pemenang Nobel Sastra seperti Hermann Hesse, T. S. Eliot, Yasunari Kawabata, Aleksandr Solzhenitsyn, Pablo Neruda, Camilo José Cela, Nadine Gordimer, Mario Vargas Llosa. Begitu juga pemenang Nobel Perdamaian, tetapi yang pasti adalah para penulis pemenang anugerah sastra bergengsi Amerika Serikat Pulitzer. Nama-nama mulai Oscar Hijuelos, Michael Cunningham, Jeffrey Eugenides, hingga Marilynne Robinson ada di antara nama-nama penulis lain. Ini berarti Andrea Hirata adalah penulis pertama dari Indonesia yang bekerjasama dengan FSG.

Sebagai publisis, beruntung bahwa saya memiliki informasi yang membuat saya mampu melakukan pengecekan ke pihak penerbit. Saya melakukan pengecekan ke FSG dan Bentang Pustaka. Fakta yang menarik adalah Laskar Pelangi yang kemudian diterjemahkan menjadi The Rainbow Troops ternyata dicetak oleh Sarah Crichton Books, imprint dari FSG, yang menerbitkan beragam karya sastra dan fiksi dan non-fiksi komersil. Sarah Crichton Books menekankan pada sisi komersil. Imprint ini mencetak The God Factor karya Cathleen Falsani tahun 2006 dan karya Ishmael Beah berjudul A Long Way Gone bestseller dan buku pilihan Starbucks tahun 2007.

Dari informasi ini, saya melihat ada perbedaan besar antara FSG dan imprint Sarah Crichton Books. Sederhana saja, nama-nama penulis yang bekerjasama dengan Sarah Crichton Books nyaris nama-nama penulis yang asing terdengar dan di luar dari nama pemenang penghargaan Nobel/Pulitzer. Daftar penulisnya bisa dicek di: http://www.boomerangbooks.com.au/publisher/Sarah-Crichton-Books

Ketika hal ini saya tanyakan kepada CEO Bentang Pustaka Salman Faridi lewat wawancara telepon, secara mengejutkan, penerbit tidak mengetahui perihal ini. Salman tetap menyebutkan bahwa Laskar Pelangi dicetak oleh FSG dan bukan oleh imprint, dan bukan didasar atas pertimbangan komersil.

Berdasarkan fakta ini, ada detil kecil yang tidak disampaikan kepada kita sebagai pembaca/publik oleh Andrea Hirata. Informasi mengenai imprint dipotong dan diklaim bagian FSG hanya untuk kepentingan pencitraan (marketing), seolah-olah benar ada seorang penulis dari Indonesia yang telah kontrak dengan FSG.

Tetapi klaim ini kalah apabila dibandingkan dengan pernyataan Andrea Hirata berikut ini. Dalam konferensi pers Selasa, 12 Februari 2013 mengenai pengakuan “International Best Seller” dari Turki, yang dihadiri oleh media-media nasional, dilansir ucapan: “Hampir seratus tahun kita menanti adanya karya anak bangsa mendunia, tapi Alhamdullilah hari ini semua terbukti setelah buku saya menjadi bestseller dunia.” (Metronews.com)

Pengakuan Internasional?
Penerbit Turki bernama Butik Yayinlari menerbitkan Gokkusagi Askerleri dengan mencantumkan label “International Best Seller” di bagian atas sampul. “Untuk meraih predikat ‘International Best Seller’ di luar negeri tidak mudah. Paling tidak penjualan buku tersebut mencapai 70 persen di setiap negara yang menerbitkannya,” demikian disampaikan Andrea Hirata kepada pers (Antaranews.com). Tentu saja, saya langsung mencoba mencari data yang diperlukan atas apa yang disampaikan oleh penulis ini. Bagaimana faktanya?

Ketika Andrea Hirata menyatakan bahwa hampir seratus tahun tidak ada pembuktian ada karya anak bangsa mendunia, dengan mudah saya kategorikan Andrea Hirata lagi-lagi sedang melakukan klaim. Karena faktanya tidak benar demikian. Pengakuan internasional untuk karya sastra dari Indonesia tak terbilang banyaknya. Pramoedya Ananta Toer pernah mendapatkannya, bahkan sampai hari ini baru dirinyalah sastrawan dari Indonesia yang dinobatkan sebagai kandidat peraih Nobel Sastra. YB Mangunwijaya juga mendapatkan pengakuan internasional. NH Dini, yang hampir menjadi kandidat Nobel juga termasuk. Jadi klaim Andrea Hirata ini terdengar sangat mengolok-olok dirinya sendiri. Andrea Hirata telah mencederai sejarah dunia sastra Indonesia dengan menyebutkan tidak ada karya anak bangsa mendunia dalam kurun waktu hampir seratus tahun.

Satu-satunya klaim yang mendekati kebenaran adalah soal “International Best Seller”. Paling tidak, menurut saya, Andrea Hirata membawa bukti berupa sampul Laskar Pelangi versi Turki. Maksudnya mendekati kebenaran, menurut Salman Faridi, ada kemungkinan pencantuman “International Best Seller” di sampul versi Turki berdasarkan keterangan dari Kathleen Anderson dari Kathleen Anderson Literary Management, agen yang berhasil menjual Laskar Pelangi. Kemungkinan besar karena Laskar Pelangi berhasil dijual Kathleen ke beberapa negara dan ada beberapa negara yang cetak ulang. Tetapi Salman tidak bisa merinci negara mana saja. Dari berita, hanya Vietnam saja yang mencetak ulang. Lalu mana daftar negara lainnya?

Tetapi masih terlalu cepat menyimpulkan kalau ini juga klaim. Maka saya mencari informasi mengenai kriteria “International Best Seller” dari penulis Maggie Tiojakin, yang akrab menggeluti karya-karya sastra internasional. Maggie menjelaskan kriterianya adalah cetak ulang di beberapa negara, biasanya di atas 10 negara. Setelah mendengar keterangan ini, saya menghentikan kegiatan saya untuk mencari informasi lebih lanjut. Saya tidak setuju label “International Best Seller” yang dasar penetapannya tidak jelas ini kemudian dipergunakan Andrea Hirata untuk mengolok-olok sejarah sastra Indonesia, ini jelas memprihatinkan.

Kedepankan Kejujuran
Berhadapan dengan media, memang membutuhkan news peg yang menarik. Sebagai publisis, saya paham betul apa yang dilakukan Andrea Hirata tidak lebih dari strategi marketing untuk mencitrakan dirinya sebagai penulis Indonesia berkelas dunia. Personal branding dibangun dengan membalut diri dengan informasi-informasi yang fantastis, sama seperti kisah Ikal yang ditulisnya.

Tetapi sebagai publisis, saya berpikir strategi marketing bagi penulis Andrea Hirata dengan segala klaim yang dikatakannya selama ini beresiko. Resiko yang tak seharusnya terjadi bilamana mencuat kebenaran yang sesungguhnya. Resiko yang tak perlu muncul juga seandainya Andrea Hirata lebih bijak menempatkan dirinya. Resiko ini bukan hanya berlaku bagi penulis sendiri, tetapi juga akan mengikutsertakan penerbit, juga seantero industri penerbitan dan perfilman. Pasti kita semua tidak ingin ini terjadi bukan? Maka kedepankan kejujuran, wahai Andrea Hirata.

[dam]

Publisis buku di Tanam Ide Kreasi (@scriptozoid), Moderator komunitas Goodreads Indonesia 2008-2010, pembaca aktif

http://m.kompasiana.com/post/buku/2013/02/13/pengakuan-internasional-laskar-pelangi-antara-klaim-andrea-hirata-dan-faktanya/

Pengakuan Internasional Laskar Pelangi: Antara Klaim Andrea Hirata dan Faktanya

Oleh: Damar Juniarto | 13 February 2013 | 23:53 WIB

Back to posts
This post has no comments - be the first one!

UNDER MAINTENANCE

Tinggalkan Pesan Chat
Chat-icon 1







Online saat ini : 1 orang, hari ini: 686 orang, minggu ini: 5046 orang, bulan ini: 9583 orang, total semuanya: 771095 orang
, ,Mozilla/5.0 AppleWebKit/537.36 (KHTML, like Gecko; compatible; ClaudeBot/1.0; +claudebot@anthropic.com)