Annisa Azward (20) dikabarkan telah meninggal setelah terjun dari angkot (6/2/2013), keluarga menduga Annisa takut akan menjadi korban penculikan angkot. Annisa kemudian dibawa ke RS Pluit kemudian dipindah ke RS Koja.
Kronologi kejadian telah diberitakan berbagai media, baik cetak maupun elektronik, termasuk anggapan miring masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit (Pluit) yang diduga menolak pasien karena ketiadaan biaya untuk tindakan lebih lanjut.
Secara intuisi bisnis, pendirian rumah sakit swasta di Indonesia memang cukup menggiurkan, (tetapi cukuplah para ahli bisnis yang menguraikan matematika bisnisnya). Bagaimana tidak? Dalam hal negosiasi bisnis umum, terdapat mekanisme transaksi bertingkat yang dipahami oleh konsumen umum: Bagaimana keadaaan barang/jasa yang ditawarkan (spesifikasi/kualitas/komparasi dengan merk lain dlsb), kemudian meningkat menjadi tawar-menawar harga kemudian sepakat dengan harga dan spesifikasi barang/jasa yang ditawarkan. Tidak demikian dengan bisnis rumah sakit, jika menghadapi kasus emerjensi transaksi bertingkat seakan menjadi tidak berlaku, mengingat pengambilan keputusan yang harus cepat (life-saving action).
Rumah sakit swasta di Indonesia memiliki peranan yang penting dalam mendukung upaya pemerintah dalam menjaga kesehatan masyarakat. Perannya sebagai partner pemerintah memiliki arti yang sangat penting dalam hal: 1. adanya pembagian peran dan tanggungjawab, 2. konsekuensi pembagian fungsi sosial dan bisnis.
Bagaimana dengan pembagian peran dan tanggungjawab pelayanan RS antara swasta dan pemerintah? Peran dan tanggung jawab RS sebagai pelayanan kesehatan baik swasta dan pemerintah sebenarnya memiliki beban yang sama, hanya dibatasi dengan kelengkapan fasilitas dan tenaga ahlinya. Demikian juga dalam hal pelayanan tindakan yang bersifat life-saving , peran RS swasta dan pemerintah sama, wajib menjaga pasien tetap hidup tanpa melihat latar sosialnya (fungsi sosial). Logikanya, dalam pelayanan kesehatan sudah menjadi tanggung jawab pemerintah membuat sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang dapat diakses oleh swasta selaku partner pemerintah, sehingga swasta dapat menjalankan fungsi sosialnya dengan optimal. Hal ini lah yang masih belum berjalan dengan baik.
Sebagai contoh, Belanda dan Swedia hampir tidak ada perbedaan pelayanan antara RS Swasta dan Pemerintah. Integrasi pembiayaan pelayanan kesehatan dengan asuransi (semua warga negara memiliki asuransi) wajib maupun sosial, membuat warga negara aman dan nyaman. Disisi lain, dengan adanya asuransi, RS sebagai penyelenggara layanan tidak dapat semena-mena menentukan tarif pelayanan, tidak mematok ‘uang pangkal’, tidak dapat ‘main mata’ dengan perusahaan farmasi. Pemerintah juga menjamin mekanisme klaim pembayaran asuransi sesuai waktu yang disepakati.
Pengembangan sistem jaminan sosial yang masih digodog, sampai saat ini belum terealisasi. Kita harus iri dengan presiden Obama yang menunda kunjungan keluar negeri karena fokus pada proses legislasi UU Kesehatan AS. Dan kita tampaknya harus menunggu lebih lama lagi, karena gegap gempita Pemilu negeri ini seakan membuat roda pembangunan terhenti sesaat. Semoga sistem jaminan sosial akan segera terwujud, sehingga kita tidak perlu menyimak lagi berita nyawa anak bangsa terbuang sia-sia hanya karena kita belum memformulasikan sistem pembiayaan kesehatan yang baik.
http://m.kompasiana.com/post/sosbud/2013/02/12/rumah-sakit-swasta-antara-fungsi-sosial-dan-bisnis/
Rumah Sakit Swasta: Antara Fungsi Sosial dan Bisnis
Oleh: Ehwardoyo | 12 February 2013 | 12:38 WIB