pacman, rainbows, and roller s
HomeBlog Okta AdityaAbout me
Jumlah pengunjung total blog :761635
United StatesUnited States
Landing page builder123Mozilla
My Acount Facebook

My Acount Twitter

Follow @AdityaEmail_


International News Latest


Google News

Source: Google news


Top News CNN

Source: CNN



BLOG NYA OKTA ADITYA

Teraktual, Menarik, Bermanfaat, dan Terinspirasi dalam mengabarkan segala opini, ide, gagasan maupun berbagai macam pengalaman dari berbagai kalangan. Blog yang terpercaya rekomendasi Google.


Semula saya membuat blog ini dari awalnya hanya ingin menulis tentang pengalaman, pandangan, opini dan gagasan saya pribadi.

Lantas, setelah saya sering membaca berbagai opini dan gagasan para penulis lainya yang sangat inspiratif dan sangat bermanfaat, saya tergerak untuk mengeshare di blog saya, bertujuan agar sebagai catatan berguna suatu saat untuk saya sendiri dan semoga bermanfaat juga bagi siapa yang berkunjung di blog saya ini.

Semua konten rata-rata berasal dari situs http://kompasiana.com konten tulisan yang asli dan unik dari para member kompasiana, Kompasiana menyediakan sebuah wadah yang memungkin setiap pengguna Internet membuat konten berita, opini dan fiksi untuk dinikmati oleh para pengguna Internet lainnya.

Walhasil, sekitar 800 konten dalam bentuk tulisan dan foto mengalir di Kompasiana. Konten-konten yang dibuat warga juga cenderung mengikuti arus positif dan bermanfaat karena Kompasiana akan memoderasi konten-konten negatif selama 24 jam.

Nah, dari berbagai tulisan itulah saya menyaring beberapa tulisan yang saya kira wajib untuk saya simpan sendiri, sudah barang tentu tulisan yang aktual, inspiratif bermanfaat dan menarik.

Sebagai sebuah media, Kompasiana cukup unik. Karena dari sisi konten, media berslogan “sharing connecting” ini mengelola konten-konten di dalamnya layaknya sebuah media berita yang selama ini hanya diisi oleh wartawan dan editor media massa. Tapi dari sisi User Interface maupun User Experience, Kompasiana merupakan media sosial yang menyajikan dua fitur utama sekaligus, yaitu fitur blog (social blog) dan fitur pertemanan (social networking).

Itulah yang membuat Kompasiana melejit cepat menjadi website besar hanya dalam kurun waktu empat tahun. Bila sekarang Anda mengecek posisi Kompasiana di pemeringkat website Alexa.com, Anda akan melihat peringkatnya berada di posisi 30 (pernah berada di posisi 29, kadang turun ke posisi 32) di antara website-website yang diakses di Indonesia.

Di kategori website media sosial, Kompasiana berada di posisi ke-8 setelah Facebook (1), Blogspot.com (4), YouTube (5), Wordpress (7), Kaskus (9), Blogger.com (11) dan Twitter (12). Sedangkan di kategori website berita dan informasi, media warga ini berada di posisi ke-4 setelah Detik.com (8), Kompas.com (12) dan Viva.co.id (19). Posisi ini cukup kuat, karena di bawah Kompasiana masih ada Okezone.com (33), Kapanlagi.com (35), Tribunnews.com (40), Tempo.co (47), dan media massa besar lainnya.

Ke depan, dengan semakin besarnya euporia masyarakat Indonesia dalam menggunakan internet dan media sosial, serta semakin besarnya pengakses internet lewat ponsel, Kompasiana mendapat tantangan besar untuk terus meningkatkan kinerjanya. Tantangan itu hanya bisa dijawab dengan menghadirkan enjin yang lebih stabil, lebih andal, lebih nyaman, lebih terbuka dan lebih sosial. Juga harus dihadapi dengan kesiapan insfrastruktur yang lebih besar dan kuat. Dan itulah yang sedang berlangsung di dapur Kompasiana jdi awal 2013.



Bagi yang suka ide gagasan, alasan, ulasan dan opini yang dekstruktif, dijamin tidak akan kecewa membaca tulisan kompasianer yang saya share di balik konten saya dibawah ini,

Selamat membaca, Semoga bermanfaat walau tidak sependapat,
Konten dan artikel selengkapnya klik tautan ini.,
Artikel dan Konten Blog :

Presiden Negarawan

-_-

Presiden SBY adalah presiden pertama dari Republik Indonesia, yang berhasil meraih jabatan presiden melalui pemilihan langsung. Banyak yang berharap Presiden yang tampan,banyak senyum, dan berpenampilan gagah ini akan menjadi seorang negarawan pertama pada era Reformasi.

Tapi harapan itu, nampaknya sulit dipenuhi.
Alih-alih memusatkan sisa masa jabatannya yang akan berakhir tahun 2014 yang sudah di depan mata dengan tampil sebagai sosok seorang negarawan. Presiden SBY malahan tampil sebagai seorang politisi, ketika pada Jum’at  malam (8/02/2013), sepulang dari umroh, mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat yang dibinanya dari tangan Anas Urbaningrum, Ketua Umum terpilih dalam Konggres Partai Demokrat di Bandung.

Sikap budaya seorang sosok negarawan adalah dia  yang segera mengakhiri jabatannya dan kesetiannya kepada  partai, ketika dia terpilih sebagai kepala pemerintahan, karena tugas-tugasnya sebagai seorang negarawan sudah menunggunya. Seorang presiden, apalagi yang telah dipilih secara langsung, secara moral  etika, dan budaya  dari negara modern, dia bukan lagi milik partai.Bahkan sekalipun dari partai yang didirikannya sendiri. Dia adalah milik seluruh komponen bangsa, milik seluruh rakyat yang dipimpinnya. Maka akan sangat elok, apabila seorang presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, melepaskan segala macam jabatan yang berkaitan dengan kepengurusan partai. Posisi yang pas bagi seorang presiden negara modern sebenarnya adalah apabila dia melaksanakan konsep Tri Logi Kepemimpinan yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara, salah seorang founding father negara ini, yaitu sikap budaya,etik dan moral Ing ngarsa sung tulada, Ing Madya Mangun karsa dan Tut wuri handayani.

Apalagi budaya kita masih kuat corak paternalistiknya. Jika Presiden SBY tampil dengan  memberi contoh mengembangkan sikap negarawan, otomatis akan diikuti oleh para politisi lainnya. Dengan demikian, Presiden SBY kelak akan dicatat dengan tinta emas dalam sejarah bangsanya , sebagai seorang presiden pertama di era Reformasi yang menjadi pelopor mengembangkan sikap budaya,moral dan etika seorang negarawan.

Presiden SBY pada Minggu malam di kediamanya di Puri Cikeas Bogor, tampil dengan wajah serius, menjawab para pengeritiknya, tidak terkecuali mantan Wapres Yusuf Kalla, bahwa apa yang dilakukannya untuk merespon keterpurukan tingkat elektabilitas Partai Demokrat yang hanya berkisar sekitar 8 % berdasarkan survai dari Saiful Mujani Institute, tidak akan mengganggu tugas-tugasnya sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.

Presiden SBY bahkan berargumentasi, bahwa apa yang dilakukannya dengan mengurusi Partai Demokrat seharusnya dipahami oleh para pengeritiknya. Sebab Presiden SBY adalah Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Presiden berdalih bahwa hal yang sama juga pernah dilakukan oleh presiden-presiden terdahulu. Disebutkannya bahwa Presiden yang masih mau mengurusi partai, sudah dilakukan sejak jamannya Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur, dan Presiden Megawati.

Agaknya Presiden SBY lupa, bahwa sejak Orde Baru sampai era Reformasi, belum ada lagi Presiden yang berwatak Negarawan. Lain halnya   pada masa Demokrasi Liberal tahun 1950-1959. Presiden Sukarno tidak mau mengurusi tetek bengek soal kepengurusan partai. Bahkan dalam hal seorang presiden tidak mengurusi kepemimpinan partai, tetap di praktekan Presiden Sukarno pada era Demorasi Terpimpin. Presiden Suharto adalah seorang politisi dari kalangan militer yang mendududuki posisi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden Suharto dalam konteks negara modern, tidak dapat dinobatkan sebagai seorang negarawan. 

Sebab, Presiden Suharto tidak memiliki keberanian untuk melepaskan jabatannya sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar. Dengan demikian  Presiden Suharto lebih mendahulukan kepentingan politiknya agar dapat tetap menggenggam kekuasannya  dengan cara mengendalikan Golkar secara penuh melalui Dewan Pembina.
Era  Reformasi, seharusnya dijadikan momentum untuk membangun negara modern dengan mengembangkan sikap negarawan di kalangan politisi. Tentu harus dimulai dengan contoh oleh orang pertama negeri ini, yaitu presiden dengan cara melepaskan jabatannya dalam struktur partai yang pernah dijadikan kendaraan untuk mengantarkannya ke kursi kekuasaan. Presiden Habibie, Gus Dur, dan Megawati , jelas gagal dalam hal mengembangkan sikap budaya seorang negarawan. Harapan dan peluang sebenarnya ada pada Presiden SBY, jika beliau ingin dicatat dalam tinta emas sejarah politik Indonesia Modern.

Presiden Sukarno, adalah pendiri PNI pada tahun 1927. Tetapi setelah Indonesia Merdeka dan beliau menjadi Preisden, secara organisatoris, Presiden Sukarno tak ada ikatan dengan PNI. Yang ada hanyalah ikatan historis dan emosional. Walaupun begitu, Presiden Sukarno tetap sosok yang dipatuhi, dihormati dan menjadi solusi terakhir dari problem-problem-problem berat yang dihadai PNI. Masukan dan saran-saran Presiden Sukarno kepada pengurus PNI, hampir tak pernah ada yang berani menolak dan membantahnya. Bahkan ketika Ali Sastroamijoyo, Ketua PNI saat itu yang mendapat mandat sebagai Ketua Formatur untuk menyusun kabinet karena PNI adalah pemenang Pemilu 1955, Ali Sastroamijoyo, tidak berani menolak saran Bung Karno, agar PNI menyusun Kabinet Kaki Empat yang terdiri dari PNI,Masyumi, NU dan PKI. Padahal Bung Karno secara struktural bukan pengurus PNI.

Sungguh sayang, jika Presiden SBY, tidak mengikuti jejak Presiden Sukarno sebagai seorang negarawan. Tetapi lebih suka mengikuti jejak Presiden Suharo, BJ.Habibie, Gus Dur dan Megawati yang hanya mampu menempatkan diri mereka sebagai para politisi.(AH)
Bandung,11-02-2013,
Anwar Hadja - Ketua Institut For Social, Education and Economic Reform(ISEER),Bandung.

http://m.kompasiana.com/post/sosial-budaya/2013/02/11/sayangsby-bukan-seorang-negarawan/

Sayang, SBY Bukan Seorang Negarawan

Oleh: Anwar Hadja | 11 February 2013 | 21:30 WIB

Back to posts
This post has no comments - be the first one!

UNDER MAINTENANCE

Tinggalkan Pesan Chat
Chat-icon 1







Online saat ini : 1 orang, hari ini: 123 orang, minggu ini: 3676 orang, bulan ini: 123 orang, total semuanya: 761635 orang
, United StatesUnited States,Mozilla/5.0 AppleWebKit/537.36 (KHTML, like Gecko; compatible; ClaudeBot/1.0; +claudebot@anthropic.com)