HomeBlog Okta AdityaAbout me
Jumlah pengunjung total blog :373257
United StatesUnited States
Free mobile hosting1292Unknown
My Acount Facebook

My Acount Twitter

Follow @AdityaEmail_


International News Latest


Google News

Source: Google news


Top News CNN

Source: CNN



BLOG NYA OKTA ADITYA

Teraktual, Menarik, Bermanfaat, dan Terinspirasi dalam mengabarkan segala opini, ide, gagasan maupun berbagai macam pengalaman dari berbagai kalangan. Blog yang terpercaya rekomendasi Google.


Semula saya membuat blog ini dari awalnya hanya ingin menulis tentang pengalaman, pandangan, opini dan gagasan saya pribadi.

Lantas, setelah saya sering membaca berbagai opini dan gagasan para penulis lainya yang sangat inspiratif dan sangat bermanfaat, saya tergerak untuk mengeshare di blog saya, bertujuan agar sebagai catatan berguna suatu saat untuk saya sendiri dan semoga bermanfaat juga bagi siapa yang berkunjung di blog saya ini.

Semua konten rata-rata berasal dari situs http://kompasiana.com konten tulisan yang asli dan unik dari para member kompasiana, Kompasiana menyediakan sebuah wadah yang memungkin setiap pengguna Internet membuat konten berita, opini dan fiksi untuk dinikmati oleh para pengguna Internet lainnya.

Walhasil, sekitar 800 konten dalam bentuk tulisan dan foto mengalir di Kompasiana. Konten-konten yang dibuat warga juga cenderung mengikuti arus positif dan bermanfaat karena Kompasiana akan memoderasi konten-konten negatif selama 24 jam.

Nah, dari berbagai tulisan itulah saya menyaring beberapa tulisan yang saya kira wajib untuk saya simpan sendiri, sudah barang tentu tulisan yang aktual, inspiratif bermanfaat dan menarik.

Sebagai sebuah media, Kompasiana cukup unik. Karena dari sisi konten, media berslogan “sharing connecting” ini mengelola konten-konten di dalamnya layaknya sebuah media berita yang selama ini hanya diisi oleh wartawan dan editor media massa. Tapi dari sisi User Interface maupun User Experience, Kompasiana merupakan media sosial yang menyajikan dua fitur utama sekaligus, yaitu fitur blog (social blog) dan fitur pertemanan (social networking).

Itulah yang membuat Kompasiana melejit cepat menjadi website besar hanya dalam kurun waktu empat tahun. Bila sekarang Anda mengecek posisi Kompasiana di pemeringkat website Alexa.com, Anda akan melihat peringkatnya berada di posisi 30 (pernah berada di posisi 29, kadang turun ke posisi 32) di antara website-website yang diakses di Indonesia.

Di kategori website media sosial, Kompasiana berada di posisi ke-8 setelah Facebook (1), Blogspot.com (4), YouTube (5), Wordpress (7), Kaskus (9), Blogger.com (11) dan Twitter (12). Sedangkan di kategori website berita dan informasi, media warga ini berada di posisi ke-4 setelah Detik.com (8), Kompas.com (12) dan Viva.co.id (19). Posisi ini cukup kuat, karena di bawah Kompasiana masih ada Okezone.com (33), Kapanlagi.com (35), Tribunnews.com (40), Tempo.co (47), dan media massa besar lainnya.

Ke depan, dengan semakin besarnya euporia masyarakat Indonesia dalam menggunakan internet dan media sosial, serta semakin besarnya pengakses internet lewat ponsel, Kompasiana mendapat tantangan besar untuk terus meningkatkan kinerjanya. Tantangan itu hanya bisa dijawab dengan menghadirkan enjin yang lebih stabil, lebih andal, lebih nyaman, lebih terbuka dan lebih sosial. Juga harus dihadapi dengan kesiapan insfrastruktur yang lebih besar dan kuat. Dan itulah yang sedang berlangsung di dapur Kompasiana jdi awal 2013.



Bagi yang suka ide gagasan, alasan, ulasan dan opini yang dekstruktif, dijamin tidak akan kecewa membaca tulisan kompasianer yang saya share di balik konten saya dibawah ini,

Selamat membaca, Semoga bermanfaat walau tidak sependapat,
Konten dan artikel selengkapnya klik tautan ini.,
Artikel dan Konten Blog :

Teknologi Modifikasi Cuaca Masih Dianggap Irasional, Sungguh Konservatif

Teknologi rasanya belumlah dianggap menjadi sebuah solusi dari setiap permasalahan yang terjadi di bangsa ini. Katakanlah banjir, khususnya di DKI, sudah diupayakan pembangunan beberapa banjir kanal, pengerukan disana-sini, tapi apa hasilnya, tak semua itupun bisa meredam laju air yang begitu deras seiring naiknya debit air di tiap tanggul, bahkan menjebolnya.

Lantas saja, Gubernur DKI Jakarta meminta bantuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk melaksanakan teknologi modifikasi cuaca yang dimotori oleh UPT Hujan Buatan BPPT. Hal ini nampaknya masih terbilang baru bagi segenap khalayak. Selayaknya hal yang baru muncul pun, pasti akan terjadi pro dan kontra terkait penerapan teknologi tersebut.

Memang solusi teknologi belumlah akrab di keseharian kita. Impor beras tanpa melihat bahwa ada teknologi buatan Badan Atom Nasional yang menghasilkan beras kualitas tinggi, impor terigu dan kedelai tanpa melihat teknologi yang dapat memanfaatkan singkong dan jagung sebagai langkah subtitusinya. Atau katakanlah melihat siklus banjir tahunan seperti ini masih dilakukan pola penanganan konvensional yang masih cenderung represif, setelah terjadi baru ramai bersih-bersih dan memulai mengeruk kali. Atau bahkan masih ada yang lebih percaya dengan kualitas pawang hujan.

Langkah irasional sebagai solusi permasalahan memang sudah membudaya di negeri kita. Mulai dari demam, kesurupan, disantet-pun masih ada yang pergi ke dukun. Bahkan untuk peningkatan karir dan popularitas langkah irasional itupun masih banyak terjadi. Bahkan sang ‘Mbah” sudah bermobil mewah melalui praktiknya.

Apa kita di tengah peradaban tablet dan touchscreen ini masih percaya hal seperti itu? Atau haruskah kita merubah pemahaman konservatif menuju perubahan peradaban bangsa ini. Saya rasa kebanyakan kita sudah banyak yang mulai meninggalkan hal irasional seperti disebutkan. Oleh karena itu, terkait teknologi modifikasi cuaca untuk mencegah banjir ini, saya merasa kita perlu mendukung niat baik Gubernur DKI.

Sudah beribu cara dilakukan pemerintah DKI sebelumnya, namun banjir tak kunjung reda. Sekali teknologi modifikasi cuaca digelar, bisa kita lihat bahwa tanggal 27 Januari kemarin, langsung dibuktikan oleh para punggawa bangsa tersebut, bahwa teknologi layak untuk menjadi salah satu solusi dari permasalahan banjir di DKI ini.

Sementara itu, banyak media yang menyatakan bahwa biaya modifikasi cuaca ini mahal, sebesar 13 miliar. Padahal 13 miliar tersebut jika diasumsikan untuk biaya penerbangan selama dua bulan, dengan ratusan kru dan ratusan ton bahan garam, pantaskah dibilang mahal? Apalagi jika dibandingkan dengan biaya pengerukan kali dan pembangunan banjir kanal. Bahkan jika dibandingkan dengan dana tanggap banjir DKI yang menurut link ini (http://www.madina.co.id/index.php/home/berita-utama/11061-bau-amis-korupsi-usai-banjir-jakarta) mencapai 2 trilyun, berapa persenkah 13 milyar itu?

Dari situlah baru saya pahami ternyata hal ini jauh lebih efisien dan layak menjadi salah satu solusi penanganan banjir DKI. Dan para pakar pelaksana modifikasi cuaca tersebut jika dilihat di berbagai media mengatakan bahwa teknologi ini tidak memindahkan banjir dan tidak juga menciptakan kekeringan di Jakarta.

Inilah yang mendasari saya menulis hal ini, karena beberapa hari ini saya lihat di berbagai media terkesan penerapan teknologi ini terkesan disudutkan.  Ada yang menyudutkan bahwa hal ini tidak mungkin bisa dilaksanakan. Padahal di Thailand, China dan lainnya, hal semacam ini sudah lazim dilakukan. Bahkan di Thailand sendiri unit modifikasi cuaca ini dapat berjalan langsung di bawah komando sang Raja.  Dan hasilnya pun positif, bahkan sepanjang tahun kita tidak henti menjumpai, Durian Monthong, Pepaya Bangkok, dan buah Bangkok lainnya.

Ada juga yang menyatakan bahwa modifikasi cuaca ini melawan kehendak alam, lantas apa gunanya ilmu pengetahuan sebagai salah satu sarana manusia dalam hal ikhtiar (berusaha), untuk menciptakan hal yang lebih baik demi kemaslahatan umat manusia.

Kemudian, ada juga pakar lain asal LIPI seperti di Kompas tempo hari yang menyebutkan teknologi ini dapat menyebabkan kekeringan. Ya Tuhan, padahal kita masih was-was akan banjir melihat hujan pun masih kerap terjadi dan masih deras di Jakarta ini.

Tanpa bermaksud menyalahkan pakar tersebut, sebenarnya kita sebagai generasi penerus bangsa ini sudah semestinya tidak skeptis akan teknologi. Steve Job dan Bill Gates saja butuh waktu untuk sebuah inovasi baru. Lantas apa kita hanya mau menjadi penikmat dan konsumen sejati dari produk luar negeri? Karenanya, sudah seharusnya kita mendukung penerapan modifikasi cuaca oleh bangsa ini sebagai momentum didayagunakannya teknologi sebagai solusi rasional akan masalah di bangsa ini.

Semoga kedepan nanti banyak teknologi baru, seperti mobil listrik, mobil Esemka, dan karya teknologi anak bangsa lainnya yang  muncul sebagai solusi bagi bangsa kita ini.

-saalaam-

http://m.kompasiana.com/post/terapan/2013/02/06/teknologi-modifikasi-cuaca-masih-dianggap-irasional-sungguh-konservatif/

Teknologi Modifikasi Cuaca Masih Dianggap Irasional, Sungguh Konservatif

Oleh: Suryapratama | 06 February 2013 | 10:10 WIB

Back to posts
This post has no comments - be the first one!

UNDER MAINTENANCE

Tinggalkan Pesan Chat
Chat-icon 1







Online saat ini : 1 orang, hari ini: 1292 orang, minggu ini: 4228 orang, bulan ini: 14894 orang, total semuanya: 373257 orang
, United StatesUnited States,claudebot

Insane