80s toys - Atari. I still have
HomeBlog Okta AdityaAbout me
Jumlah pengunjung total blog :761872
United StatesUnited States
Free mobile hosting360Mozilla
My Acount Facebook

My Acount Twitter

Follow @AdityaEmail_


International News Latest


Google News

Source: Google news


Top News CNN

Source: CNN



BLOG NYA OKTA ADITYA

Teraktual, Menarik, Bermanfaat, dan Terinspirasi dalam mengabarkan segala opini, ide, gagasan maupun berbagai macam pengalaman dari berbagai kalangan. Blog yang terpercaya rekomendasi Google.


Semula saya membuat blog ini dari awalnya hanya ingin menulis tentang pengalaman, pandangan, opini dan gagasan saya pribadi.

Lantas, setelah saya sering membaca berbagai opini dan gagasan para penulis lainya yang sangat inspiratif dan sangat bermanfaat, saya tergerak untuk mengeshare di blog saya, bertujuan agar sebagai catatan berguna suatu saat untuk saya sendiri dan semoga bermanfaat juga bagi siapa yang berkunjung di blog saya ini.

Semua konten rata-rata berasal dari situs http://kompasiana.com konten tulisan yang asli dan unik dari para member kompasiana, Kompasiana menyediakan sebuah wadah yang memungkin setiap pengguna Internet membuat konten berita, opini dan fiksi untuk dinikmati oleh para pengguna Internet lainnya.

Walhasil, sekitar 800 konten dalam bentuk tulisan dan foto mengalir di Kompasiana. Konten-konten yang dibuat warga juga cenderung mengikuti arus positif dan bermanfaat karena Kompasiana akan memoderasi konten-konten negatif selama 24 jam.

Nah, dari berbagai tulisan itulah saya menyaring beberapa tulisan yang saya kira wajib untuk saya simpan sendiri, sudah barang tentu tulisan yang aktual, inspiratif bermanfaat dan menarik.

Sebagai sebuah media, Kompasiana cukup unik. Karena dari sisi konten, media berslogan “sharing connecting” ini mengelola konten-konten di dalamnya layaknya sebuah media berita yang selama ini hanya diisi oleh wartawan dan editor media massa. Tapi dari sisi User Interface maupun User Experience, Kompasiana merupakan media sosial yang menyajikan dua fitur utama sekaligus, yaitu fitur blog (social blog) dan fitur pertemanan (social networking).

Itulah yang membuat Kompasiana melejit cepat menjadi website besar hanya dalam kurun waktu empat tahun. Bila sekarang Anda mengecek posisi Kompasiana di pemeringkat website Alexa.com, Anda akan melihat peringkatnya berada di posisi 30 (pernah berada di posisi 29, kadang turun ke posisi 32) di antara website-website yang diakses di Indonesia.

Di kategori website media sosial, Kompasiana berada di posisi ke-8 setelah Facebook (1), Blogspot.com (4), YouTube (5), Wordpress (7), Kaskus (9), Blogger.com (11) dan Twitter (12). Sedangkan di kategori website berita dan informasi, media warga ini berada di posisi ke-4 setelah Detik.com (8), Kompas.com (12) dan Viva.co.id (19). Posisi ini cukup kuat, karena di bawah Kompasiana masih ada Okezone.com (33), Kapanlagi.com (35), Tribunnews.com (40), Tempo.co (47), dan media massa besar lainnya.

Ke depan, dengan semakin besarnya euporia masyarakat Indonesia dalam menggunakan internet dan media sosial, serta semakin besarnya pengakses internet lewat ponsel, Kompasiana mendapat tantangan besar untuk terus meningkatkan kinerjanya. Tantangan itu hanya bisa dijawab dengan menghadirkan enjin yang lebih stabil, lebih andal, lebih nyaman, lebih terbuka dan lebih sosial. Juga harus dihadapi dengan kesiapan insfrastruktur yang lebih besar dan kuat. Dan itulah yang sedang berlangsung di dapur Kompasiana jdi awal 2013.



Bagi yang suka ide gagasan, alasan, ulasan dan opini yang dekstruktif, dijamin tidak akan kecewa membaca tulisan kompasianer yang saya share di balik konten saya dibawah ini,

Selamat membaca, Semoga bermanfaat walau tidak sependapat,
Konten dan artikel selengkapnya klik tautan ini.,
Artikel dan Konten Blog :

KPK Harus Minta Maaf kepada Maharani dan Keluarganya

“Komnas Perempuan meminta media untuk hentikan pemberitaan media yang eksploitatif atas mahasiswi M terkait dugaan kasus suap mantan presiden PKS. Media mestinya tidak mengungkap indentitasnya dan sensitif bahwa ia bisa jadi korban, terutama traficking untuk kepentingan gratifikasi seksual. Pemberitaan serupa ini juga dapat menempatkannya kehilangan masa depan karena moralitasnya dihakimi publik,” ungkap Andy Yentriyani, Komisioner Komnas Perempuan. (www.komnasperempuan.or.id)

Seruan dari Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriyani kepada media massa itu memang tepat. Tetapi, yang namanya media massa itu, apakah bisa diharapkan selalu mengekang diri untuk tidak mengeksplotasikan berita-berita seperti ini?

Sebagian mungkin, bisa (misalnya Kompas.com dan Harian Kompas), tetapi mayoritasnya, tidak. Di lain waktu, jika ada peristiwa seperti ini, pasti mayoritas media akan dengan penuh antusias mengeksplotasi beritanya lagi.

Kalau sudah sebagian besar media mengeksplotasikan berita khusus tentang Maharani sampai ke kehidupan pribadi dan keluarganya, apalah artinya lagi kalau ada sebagian kecil media yang tidak melakukan hal yang sama? Menulis namanya dengan inisial (M) pun, sia-sia. Tak ada efeknya lagi. Publik sudah terlanjur tahu semuanya itu.

Akibat dari eksplotasi pemberitaan oleh media tentang Maharani dan kehidapan pribadinya itu pun memang sangat berat dampak psikologisnya bagi Maharani dan keluarganya (kedua orangtuanya).

Maharaini dikabarkan terancam dikeluarkan dari universitas tempat kuliahnya, tidak dikeluarkan pun, karena beban psikologis, dia tak mungkin bisa meneruskan kuliahnya di sana, dia telah dijauhi banyak teman-temannya, dia terpaksa meninggalkan rumah tempat tinggalnya (karena sudah dieksplotasi media massa, seperti Metro TV), belum lagi rasa malu yang harus dipikul oleh yang bersangkutan dan kedua orangtuanya.

Selama beberapa hari ini, Maharani dan ibunya mengalami beberapakali pingsan akibat tak kuat menanggung beban psikologis tersebut.

Rencananya, pada Senin, 4 Februari kemarin, di Hotel Nalendra, Jakarta,  Maharani dan kedua orangtuanya, didampingi pengacaranya, hendak mengadakan konferensi pers untuk mengklarifikasi atas eksplotasi berita yang merugikan posisi Maharani itu, tetapi terpaksa ditangguhkan karena Maharani dan ibunya pingsan-pingsan.

Dadang Juhaedi, paman Maharani, mengatakan, Ibunda Maharani, belum bisa memberi keterangan kepada media, lantaran belum siap. “Pihak Rani belum siap ketemu pihak wartawan, karena lihat ibunya pingsan, segala macam secara psikologis dia belum bisa,” katanya (okezone.com).

Staf Markening Hotel Nalendra, Didik, menyatakan hal yang sama. “Informasi yang kami terima koferensi pers dari keluarga Maharani, tapi mendadak dibatalkan karena Rani-nya pingsan-pingsan,” katanya (www.tribunnews.com)


Perkembangan beritanya, pihak Maharani rencananya akan mengadakan koferensi pers, hari Selasa malam ini (05/02), di hotel yang sama.
Apakah Maharani dan orangtuanya sudah kuat secara psikologis untuk menyampaikan hal yang sebenarnya tidak mereka inginkan ini? Apa pun yang terjadi media massa pasti akan kembali dengan penuh antusias meliputnya.
Tetapi, apakah adil kalau semua ini disalahkan kepada media massa saja, seperti seruan yang disampaikan oleh Komisioner Komnas Perempuan Andy Yetriyani tersebut di atas? Bukankah tidak sedikit masyarakat yang juga menginginkan berita-berita sensualitas seperti ini? Media massa “hanya” memenuhi antusiasme masyarakat, yang katanya “sakit” itu.

Itu bukan alasan yang tepat. Itu hanya alasan yang dicari-cari untuk pembenaran dari media. Kalau memang itu tidak baik, tidak etis, kenapa media harus mengikuti keinginan yang tidak baik itu? Bukankah begitu?

Lepas dari tanggung jawab media dan antusiasme masyarakat berkaitan dengan eksplotasi pemberitaan tentang Maharani itu. Bagi saya, tidak adil kalau hanya media massa saja yang dipersalahkan.

Demikian pula untuk Komnas Perempuan, tidak sepenuhnya benar, kalau hanya menyampaikan seruannya itu kepada media massa. Komnas Perempuan juga harus menegur KPK!

Bagaimana pun media massa tidak mungkin melakukan semua itu terhadap Maharani, seandainya Kamis dini hari itu, 31 Januari 2013, setelah memeriksanya dan menyatakan Maharani tidak terlibat kasus suap itu, KPK tidak begitu gampang membiarkannya meninggalkan gedung KPK dari pintu depan. Padahal, KPK tahu di luar sana, ada puluhan, bahkan mungkin seratusan wartawan yang sedang menunggu seperti hiu-hiu yang sedang kelaparan menunggu mangsanya.

Begitu Maharani muncul dari dalam gedung KPK, ratusan lampu kali flash dari kamera-kamera wartawan itu pun menyala, video-video pun merekamnya. Dari sanalah kemudian wajah Maharani diketahui oleh publik se-Indonesia.

Bahkan dunia. Disertai berita tak sedap yang belum tentu benar, mengenai dia dengan salah satu tersangka kasus itu, Ahmad Fathanah (malah ada yang bilang bersama Luthfie Hasan Isaac) di kamar hotel, tentang perkuliahannya di kampusnya, dan sebagainya.

Padahal, seperti yang dikatakan oleh Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentryani, bisa jadi Maharani adalah korban perdagangan perempuan (traficking). Dia, bisa saja adalah obyek dari gratifikasi seks.

KPK-lah yang sebenarnya lebih tahu. Kenapa KPK begitu “ceroboh” melepaskan begitu saja Maharani keluar dari pintu depan gedungnya, padahal ada puluhan atau bahkan seratusan wartawan yang menunggu? Apakah KPK sama sekali tidak memperhitungkan bahwa Maharani yang sudah mereka bilang sendiri tidak terlibat kasus suap impor daging sapi, itu akan menjadi “bulan-bulanan” wartawan, seperti yang sekarang sudah terjadi?

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa KPK tidak sensitif, KPK memandang enteng privasi dan hak-hak asasi seorang perempuan. Mereka egois. Yang penting mereka sudah berhasil menangkap tersangkanya, tidak mau tahu lagi dengan nasib perempuan muda itu. Mereka melepaskannya begitu saja,seolah-olah membuang benda tak terpakai, tidak perduli dia akan menjadi santapan empuk entah berapa banyak wartawan yang sedang menunggu dengan penuh nafsu itu.

Kalau KPK peka, menghargai hak asasi dan privasi perempuan muda yang bernama Maharani itu, setelah selesai memeriksanya, dan menyimpulkan dia tak ada sangkut-paut dengan kasus suap itu, seharusnya KPK melindunginya dari liputan wartawan.

KPK harus menunggu waktu dan cara yang tepat untuk melepaskan Maharani agar terhindar dari liputan wartawan. Bahkan KPK wajib melindungi identitasnya. Tetapi, kenapa semua itu, tidak dilakukan KPK?

Bahkan bukan hanya melepaskan begitu saja Maharani kepada puluhan/ratusan wartawan di luar gedung KPK, bukankah KPK juga yang menyiarkan nama mahasiswi itu? Bukankah KPK yang memberitahu tentang nama Fakultas dan Universitas tempat kuliahnya? Padahal KPK sendiri bilang, perempuan muda itu tidak ada sangkut-paut dengan kasus suap impor daging sapi itu.

Kenapa KPK begitu tega terhadap seorang perempuan muda itu, yang kini terancam gelap masa depannya?

KPK harus bertanggung jawab dan meminta maaf kepada Maharani dan keluarganya! ***

http://m.kompasiana.com/post/hukum/2013/02/05/kpk-harus-minta-maaf-kepada-maharani-dan-keluarganya/

KPK Harus Minta Maaf kepada Maharani dan Keluarganya

Oleh: Daniel H.t. | 05 February 2013 | 17:06 WIB

Back to posts
This post has no comments - be the first one!

UNDER MAINTENANCE

Tinggalkan Pesan Chat
Chat-icon 1







Online saat ini : 1 orang, hari ini: 360 orang, minggu ini: 3913 orang, bulan ini: 360 orang, total semuanya: 761872 orang
, United StatesUnited States,Mozilla/5.0 AppleWebKit/537.36 (KHTML, like Gecko; compatible; ClaudeBot/1.0; +claudebot@anthropic.com)