Duck hunt
HomeBlog Okta AdityaAbout me
Jumlah pengunjung total blog :375249

Build your mobile website3284Unknown
My Acount Facebook

My Acount Twitter

Follow @AdityaEmail_


International News Latest


Google News

Source: Google news


Top News CNN

Source: CNN



BLOG NYA OKTA ADITYA

Teraktual, Menarik, Bermanfaat, dan Terinspirasi dalam mengabarkan segala opini, ide, gagasan maupun berbagai macam pengalaman dari berbagai kalangan. Blog yang terpercaya rekomendasi Google.


Semula saya membuat blog ini dari awalnya hanya ingin menulis tentang pengalaman, pandangan, opini dan gagasan saya pribadi.

Lantas, setelah saya sering membaca berbagai opini dan gagasan para penulis lainya yang sangat inspiratif dan sangat bermanfaat, saya tergerak untuk mengeshare di blog saya, bertujuan agar sebagai catatan berguna suatu saat untuk saya sendiri dan semoga bermanfaat juga bagi siapa yang berkunjung di blog saya ini.

Semua konten rata-rata berasal dari situs http://kompasiana.com konten tulisan yang asli dan unik dari para member kompasiana, Kompasiana menyediakan sebuah wadah yang memungkin setiap pengguna Internet membuat konten berita, opini dan fiksi untuk dinikmati oleh para pengguna Internet lainnya.

Walhasil, sekitar 800 konten dalam bentuk tulisan dan foto mengalir di Kompasiana. Konten-konten yang dibuat warga juga cenderung mengikuti arus positif dan bermanfaat karena Kompasiana akan memoderasi konten-konten negatif selama 24 jam.

Nah, dari berbagai tulisan itulah saya menyaring beberapa tulisan yang saya kira wajib untuk saya simpan sendiri, sudah barang tentu tulisan yang aktual, inspiratif bermanfaat dan menarik.

Sebagai sebuah media, Kompasiana cukup unik. Karena dari sisi konten, media berslogan “sharing connecting” ini mengelola konten-konten di dalamnya layaknya sebuah media berita yang selama ini hanya diisi oleh wartawan dan editor media massa. Tapi dari sisi User Interface maupun User Experience, Kompasiana merupakan media sosial yang menyajikan dua fitur utama sekaligus, yaitu fitur blog (social blog) dan fitur pertemanan (social networking).

Itulah yang membuat Kompasiana melejit cepat menjadi website besar hanya dalam kurun waktu empat tahun. Bila sekarang Anda mengecek posisi Kompasiana di pemeringkat website Alexa.com, Anda akan melihat peringkatnya berada di posisi 30 (pernah berada di posisi 29, kadang turun ke posisi 32) di antara website-website yang diakses di Indonesia.

Di kategori website media sosial, Kompasiana berada di posisi ke-8 setelah Facebook (1), Blogspot.com (4), YouTube (5), Wordpress (7), Kaskus (9), Blogger.com (11) dan Twitter (12). Sedangkan di kategori website berita dan informasi, media warga ini berada di posisi ke-4 setelah Detik.com (8), Kompas.com (12) dan Viva.co.id (19). Posisi ini cukup kuat, karena di bawah Kompasiana masih ada Okezone.com (33), Kapanlagi.com (35), Tribunnews.com (40), Tempo.co (47), dan media massa besar lainnya.

Ke depan, dengan semakin besarnya euporia masyarakat Indonesia dalam menggunakan internet dan media sosial, serta semakin besarnya pengakses internet lewat ponsel, Kompasiana mendapat tantangan besar untuk terus meningkatkan kinerjanya. Tantangan itu hanya bisa dijawab dengan menghadirkan enjin yang lebih stabil, lebih andal, lebih nyaman, lebih terbuka dan lebih sosial. Juga harus dihadapi dengan kesiapan insfrastruktur yang lebih besar dan kuat. Dan itulah yang sedang berlangsung di dapur Kompasiana jdi awal 2013.



Bagi yang suka ide gagasan, alasan, ulasan dan opini yang dekstruktif, dijamin tidak akan kecewa membaca tulisan kompasianer yang saya share di balik konten saya dibawah ini,

Selamat membaca, Semoga bermanfaat walau tidak sependapat,
Konten dan artikel selengkapnya klik tautan ini.,
Artikel dan Konten Blog :

Perjalanan PKS

Kembali isu mengenai elektabilitas partai Islam diangkat. Pertanyaannya: Apakah membawa nama Islam masih layak jual?  Jawaban nya “ya” dan “tidak”. Mari kita tengok perjalanan partai Islam pascareformasi.

Pada awal awal usai reformasi, partai partai Islam yang tumbuh memang berhasil memperoleh dukungan publik, khususnya mereka yang beragama Islam. Namun, dukungan tersebut lebih kepada aspirasi mereka untuk berpolitik yang waktu itu terkekang dengan pembatasan jumlah partai selama orde baru. Selama itu, hasrat kaum muslimin untuk berorganisasi, hanya bisa sampai pada organisasi sosial kemasyarakatan saja seperti NU dan Muhammadiyyah.

Saat pintu pendirian parpol dibuka, maka hasrat berorganisasi politik segera disambut. Tidak heran, langsung muncul partai partai yang bisa dibilang turunan dari NU, Muhammadiyyah dan beberapa organisasi massa lain. Demikian juga tentunya dengan PK yang pada dasarnya sudah memiliki basis massa yang tersebar.

Melihat pada tahun-tahun itu, itulah periode di mana label Islam laku dijual, Hasrat publik untuk berpolitik secara “Islami” tersalur melalui parpol bernuansa Islam. Tidak heran, perolehan suara partai Islam di periode awal mencerminkan jumlah pengikut organisasi induknya. Apabila pengikut NU lebih besar, maka suara PKB juga akan lebih besar daripada partai yang lain.

Tidak heran, pada masa itu PK memperoleh suara relatif kecil, karena memang basis massanya kalah jauh dibanding dengan PAN dan PKB. Perolehan suara, bukan mencerminkan kualitas kader, tetapi merupakan turunan dari jumlah ormas induk nya.

Sang waktu berlalu. Saat pemilu 2009, kalau tidak salah, PKS memperoleh perolehan yang terbanyak dibanding partai partai Islam lain. Apabila kita jeli, maka layak diduga, bahwa perolehan itu bukan lagi turunan dari organisasi induknya. Bahasa terangnya, tidak serta merta pengikut Muhammadiyyah akan memilih PAN. Apalagi ketika ada spin off, pemisahan antara NU dan PKB, serta Muhammadiyyah dan PAN. Diperjelas lagi kemudian dengan partai partai bernuansa Islam yang kemudian berubah menjadi partai terbuka.

Lalu, di tengah tengah turun nya suara pada partai Islam saat 2009, mengapa justru suara pada PKS naik? Apakah tanda bahwa jumlah pendukung ideologi PKS bertambah? Rasanya tidak. Setelah sepuluh tahun reformasi, agaknya orang bersikap lebih pragmatis. Mereka tidak terlalu mempersoalkan ideologi atau apa pun, namun lebih kepada asas manfaat yang kasat mata. Pemilih bisa jadi melihat kualitas kader PKS lebih baik dari partai Islam lainnya dan percaya bahwa mereka bisa membawa perubahan yang lebih baik. Saya yakin tidak banyak dari pemilih yang membaca, apalagi terpukau dengan visi dan misi partai. Ini bukan lagi alasan ideologi, tetapi alasan partai mana yang dianggap lebih amanah.

Semakin jelas, bahwa belakangan pemilih tidak terlalu peduli dengan ideologi, dan lebih mementingkan sosok orangnya. Seorang teman malah berkomentar, sebenarnya para pemilih PDIP itu pengikut Megawati, dan pemilih Demokrat itu pengikut SBY. Lama kelamaan, spin off  (pemisahan) antara ideologi partai dan pemimpinnya kian kuat: Pemilu itu memilih pemimpin, bukan memilih partai.

Perubahan selera pemilih ini diikuti dengan ramainya perburuan tokoh-tokoh yang memiliki massa untuk dijadikan kader partai. Karena apa yang terjadi, bukan lagi tokoh numpang ke partai, tapi partai numpang ke tokoh. Puncak dari segala peristiwa ini adalah terpilihnya Jokowi dan Ahok. Mayoritas pemilih bilang, kalau mereka memilih mereka bukan karena partainya, tetapi karena kualitas orangnya. Dan juga dipilih bukan karena agamanya.

Serangan kepada mereka berdua, karena bukan berasal dari partai yang Islami, sama sekali tidak digubris oleh pemilih yang mayoritas Islam. Rakyat Jakarta memilih mereka karena karakter Islami mereka: amanah, anti korupsi dan bekerja keras.  Sangat sedikit yang mengatakan bahwa memilih mereka karena berasal dari PDIP atau Gerindra.

Sayang sekali, perubahan semacam ini tidak disadari oleh sebagian parpol Islam. Label Islam, sesuai syariah dan lain-lain masih terus di usung. Sementara para pemilih menginginkan perubahan yang kasat mata dan bisa dirasakan oleh masyarakat banyak.  Bagi masyarakat yang kian pragmatis, pemimpin yang mampu membawa solusi kemacetan, banjir, keamanan, pedagang kaki lima dll akan lebih dihargai daripada mereka yang terus meniupkan ayat ayat agama tapi tidak membawa solusi pada masalah di masyarakat

http://m.kompasiana.com/post/politik/2013/02/05/pilih-partai-islam-atau-pilih-pemimpin-yang-islami-/

Pilih Partai Islam atau Pilih Pemimpin yang Islami?

Oleh: Dwi Samudra | 05 February 2013 | 12:52 WIB

Back to posts
This post has no comments - be the first one!

UNDER MAINTENANCE

Tinggalkan Pesan Chat
Chat-icon 1







Online saat ini : 1 orang, hari ini: 3284 orang, minggu ini: 6220 orang, bulan ini: 16886 orang, total semuanya: 375249 orang
, ,claudebot