Ring ring
HomeBlog Okta AdityaAbout me

United States

Blog Nya Okta Aditya

Blog Aktual Berisi Berbagai Opini, Gagasan, Ide dan Ulasan tentang isu-isu yang lagi hangat dan berkembang. Blog kumpulan berbagai berita aktual dari berbagai kalangan. Dan juga Tulisan-tulisan yang sangat menarik dan bermanfaat dari hasil pengalaman seseorang yang saya share disini.

Blog Terpercaya Rekomendasi Google.

Selamat menikmati, semoga anda senang.


K O N T E N B L O G :


Klik tautan ini untuk melihat konten blog secara lengkap.

Presiden Negarawan

-_-

Presiden SBY adalah presiden pertama dari Republik Indonesia, yang berhasil meraih jabatan presiden melalui pemilihan langsung. Banyak yang berharap Presiden yang tampan,banyak senyum, dan berpenampilan gagah ini akan menjadi seorang negarawan pertama pada era Reformasi.

Tapi harapan itu, nampaknya sulit dipenuhi.
Alih-alih memusatkan sisa masa jabatannya yang akan berakhir tahun 2014 yang sudah di depan mata dengan tampil sebagai sosok seorang negarawan. Presiden SBY malahan tampil sebagai seorang politisi, ketika pada Jum’at  malam (8/02/2013), sepulang dari umroh, mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat yang dibinanya dari tangan Anas Urbaningrum, Ketua Umum terpilih dalam Konggres Partai Demokrat di Bandung.

Sikap budaya seorang sosok negarawan adalah dia  yang segera mengakhiri jabatannya dan kesetiannya kepada  partai, ketika dia terpilih sebagai kepala pemerintahan, karena tugas-tugasnya sebagai seorang negarawan sudah menunggunya. Seorang presiden, apalagi yang telah dipilih secara langsung, secara moral  etika, dan budaya  dari negara modern, dia bukan lagi milik partai.Bahkan sekalipun dari partai yang didirikannya sendiri. Dia adalah milik seluruh komponen bangsa, milik seluruh rakyat yang dipimpinnya. Maka akan sangat elok, apabila seorang presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, melepaskan segala macam jabatan yang berkaitan dengan kepengurusan partai. Posisi yang pas bagi seorang presiden negara modern sebenarnya adalah apabila dia melaksanakan konsep Tri Logi Kepemimpinan yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara, salah seorang founding father negara ini, yaitu sikap budaya,etik dan moral Ing ngarsa sung tulada, Ing Madya Mangun karsa dan Tut wuri handayani.

Apalagi budaya kita masih kuat corak paternalistiknya. Jika Presiden SBY tampil dengan  memberi contoh mengembangkan sikap negarawan, otomatis akan diikuti oleh para politisi lainnya. Dengan demikian, Presiden SBY kelak akan dicatat dengan tinta emas dalam sejarah bangsanya , sebagai seorang presiden pertama di era Reformasi yang menjadi pelopor mengembangkan sikap budaya,moral dan etika seorang negarawan.

Presiden SBY pada Minggu malam di kediamanya di Puri Cikeas Bogor, tampil dengan wajah serius, menjawab para pengeritiknya, tidak terkecuali mantan Wapres Yusuf Kalla, bahwa apa yang dilakukannya untuk merespon keterpurukan tingkat elektabilitas Partai Demokrat yang hanya berkisar sekitar 8 % berdasarkan survai dari Saiful Mujani Institute, tidak akan mengganggu tugas-tugasnya sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.

Presiden SBY bahkan berargumentasi, bahwa apa yang dilakukannya dengan mengurusi Partai Demokrat seharusnya dipahami oleh para pengeritiknya. Sebab Presiden SBY adalah Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Presiden berdalih bahwa hal yang sama juga pernah dilakukan oleh presiden-presiden terdahulu. Disebutkannya bahwa Presiden yang masih mau mengurusi partai, sudah dilakukan sejak jamannya Pak Harto, Pak Habibie, Gus Dur, dan Presiden Megawati.

Agaknya Presiden SBY lupa, bahwa sejak Orde Baru sampai era Reformasi, belum ada lagi Presiden yang berwatak Negarawan. Lain halnya   pada masa Demokrasi Liberal tahun 1950-1959. Presiden Sukarno tidak mau mengurusi tetek bengek soal kepengurusan partai. Bahkan dalam hal seorang presiden tidak mengurusi kepemimpinan partai, tetap di praktekan Presiden Sukarno pada era Demorasi Terpimpin. Presiden Suharto adalah seorang politisi dari kalangan militer yang mendududuki posisi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden Suharto dalam konteks negara modern, tidak dapat dinobatkan sebagai seorang negarawan. 

Sebab, Presiden Suharto tidak memiliki keberanian untuk melepaskan jabatannya sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar. Dengan demikian  Presiden Suharto lebih mendahulukan kepentingan politiknya agar dapat tetap menggenggam kekuasannya  dengan cara mengendalikan Golkar secara penuh melalui Dewan Pembina.
Era  Reformasi, seharusnya dijadikan momentum untuk membangun negara modern dengan mengembangkan sikap negarawan di kalangan politisi. Tentu harus dimulai dengan contoh oleh orang pertama negeri ini, yaitu presiden dengan cara melepaskan jabatannya dalam struktur partai yang pernah dijadikan kendaraan untuk mengantarkannya ke kursi kekuasaan. Presiden Habibie, Gus Dur, dan Megawati , jelas gagal dalam hal mengembangkan sikap budaya seorang negarawan. Harapan dan peluang sebenarnya ada pada Presiden SBY, jika beliau ingin dicatat dalam tinta emas sejarah politik Indonesia Modern.

Presiden Sukarno, adalah pendiri PNI pada tahun 1927. Tetapi setelah Indonesia Merdeka dan beliau menjadi Preisden, secara organisatoris, Presiden Sukarno tak ada ikatan dengan PNI. Yang ada hanyalah ikatan historis dan emosional. Walaupun begitu, Presiden Sukarno tetap sosok yang dipatuhi, dihormati dan menjadi solusi terakhir dari problem-problem-problem berat yang dihadai PNI. Masukan dan saran-saran Presiden Sukarno kepada pengurus PNI, hampir tak pernah ada yang berani menolak dan membantahnya. Bahkan ketika Ali Sastroamijoyo, Ketua PNI saat itu yang mendapat mandat sebagai Ketua Formatur untuk menyusun kabinet karena PNI adalah pemenang Pemilu 1955, Ali Sastroamijoyo, tidak berani menolak saran Bung Karno, agar PNI menyusun Kabinet Kaki Empat yang terdiri dari PNI,Masyumi, NU dan PKI. Padahal Bung Karno secara struktural bukan pengurus PNI.

Sungguh sayang, jika Presiden SBY, tidak mengikuti jejak Presiden Sukarno sebagai seorang negarawan. Tetapi lebih suka mengikuti jejak Presiden Suharo, BJ.Habibie, Gus Dur dan Megawati yang hanya mampu menempatkan diri mereka sebagai para politisi.(AH)
Bandung,11-02-2013,
Anwar Hadja - Ketua Institut For Social, Education and Economic Reform(ISEER),Bandung.

http://m.kompasiana.com/post/sosial-budaya/2013/02/11/sayangsby-bukan-seorang-negarawan/

Sayang, SBY Bukan Seorang Negarawan

Oleh: Anwar Hadja | 11 February 2013 | 21:30 WIB

Back to posts
This post has no comments - be the first one!

UNDER MAINTENANCE
Follow @AdityaEmail_ 1