HomeBlog Okta AdityaAbout me



Blog Nya Okta Aditya

Blog Aktual Berisi Berbagai Opini, Gagasan, Ide dan Ulasan tentang isu-isu yang lagi hangat dan berkembang. Blog kumpulan berbagai berita aktual dari berbagai kalangan. Dan juga Tulisan-tulisan yang sangat menarik dan bermanfaat dari hasil pengalaman seseorang yang saya share disini.

Blog Terpercaya Rekomendasi Google.

Selamat menikmati, semoga anda senang.


K O N T E N B L O G :


Klik tautan ini untuk melihat konten blog secara lengkap.

KPK Harus Minta Maaf kepada Maharani dan Keluarganya

“Komnas Perempuan meminta media untuk hentikan pemberitaan media yang eksploitatif atas mahasiswi M terkait dugaan kasus suap mantan presiden PKS. Media mestinya tidak mengungkap indentitasnya dan sensitif bahwa ia bisa jadi korban, terutama traficking untuk kepentingan gratifikasi seksual. Pemberitaan serupa ini juga dapat menempatkannya kehilangan masa depan karena moralitasnya dihakimi publik,” ungkap Andy Yentriyani, Komisioner Komnas Perempuan. (www.komnasperempuan.or.id)

Seruan dari Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriyani kepada media massa itu memang tepat. Tetapi, yang namanya media massa itu, apakah bisa diharapkan selalu mengekang diri untuk tidak mengeksplotasikan berita-berita seperti ini?

Sebagian mungkin, bisa (misalnya Kompas.com dan Harian Kompas), tetapi mayoritasnya, tidak. Di lain waktu, jika ada peristiwa seperti ini, pasti mayoritas media akan dengan penuh antusias mengeksplotasi beritanya lagi.

Kalau sudah sebagian besar media mengeksplotasikan berita khusus tentang Maharani sampai ke kehidupan pribadi dan keluarganya, apalah artinya lagi kalau ada sebagian kecil media yang tidak melakukan hal yang sama? Menulis namanya dengan inisial (M) pun, sia-sia. Tak ada efeknya lagi. Publik sudah terlanjur tahu semuanya itu.

Akibat dari eksplotasi pemberitaan oleh media tentang Maharani dan kehidapan pribadinya itu pun memang sangat berat dampak psikologisnya bagi Maharani dan keluarganya (kedua orangtuanya).

Maharaini dikabarkan terancam dikeluarkan dari universitas tempat kuliahnya, tidak dikeluarkan pun, karena beban psikologis, dia tak mungkin bisa meneruskan kuliahnya di sana, dia telah dijauhi banyak teman-temannya, dia terpaksa meninggalkan rumah tempat tinggalnya (karena sudah dieksplotasi media massa, seperti Metro TV), belum lagi rasa malu yang harus dipikul oleh yang bersangkutan dan kedua orangtuanya.

Selama beberapa hari ini, Maharani dan ibunya mengalami beberapakali pingsan akibat tak kuat menanggung beban psikologis tersebut.

Rencananya, pada Senin, 4 Februari kemarin, di Hotel Nalendra, Jakarta,  Maharani dan kedua orangtuanya, didampingi pengacaranya, hendak mengadakan konferensi pers untuk mengklarifikasi atas eksplotasi berita yang merugikan posisi Maharani itu, tetapi terpaksa ditangguhkan karena Maharani dan ibunya pingsan-pingsan.

Dadang Juhaedi, paman Maharani, mengatakan, Ibunda Maharani, belum bisa memberi keterangan kepada media, lantaran belum siap. “Pihak Rani belum siap ketemu pihak wartawan, karena lihat ibunya pingsan, segala macam secara psikologis dia belum bisa,” katanya (okezone.com).

Staf Markening Hotel Nalendra, Didik, menyatakan hal yang sama. “Informasi yang kami terima koferensi pers dari keluarga Maharani, tapi mendadak dibatalkan karena Rani-nya pingsan-pingsan,” katanya (www.tribunnews.com)


Perkembangan beritanya, pihak Maharani rencananya akan mengadakan koferensi pers, hari Selasa malam ini (05/02), di hotel yang sama.
Apakah Maharani dan orangtuanya sudah kuat secara psikologis untuk menyampaikan hal yang sebenarnya tidak mereka inginkan ini? Apa pun yang terjadi media massa pasti akan kembali dengan penuh antusias meliputnya.
Tetapi, apakah adil kalau semua ini disalahkan kepada media massa saja, seperti seruan yang disampaikan oleh Komisioner Komnas Perempuan Andy Yetriyani tersebut di atas? Bukankah tidak sedikit masyarakat yang juga menginginkan berita-berita sensualitas seperti ini? Media massa “hanya” memenuhi antusiasme masyarakat, yang katanya “sakit” itu.

Itu bukan alasan yang tepat. Itu hanya alasan yang dicari-cari untuk pembenaran dari media. Kalau memang itu tidak baik, tidak etis, kenapa media harus mengikuti keinginan yang tidak baik itu? Bukankah begitu?

Lepas dari tanggung jawab media dan antusiasme masyarakat berkaitan dengan eksplotasi pemberitaan tentang Maharani itu. Bagi saya, tidak adil kalau hanya media massa saja yang dipersalahkan.

Demikian pula untuk Komnas Perempuan, tidak sepenuhnya benar, kalau hanya menyampaikan seruannya itu kepada media massa. Komnas Perempuan juga harus menegur KPK!

Bagaimana pun media massa tidak mungkin melakukan semua itu terhadap Maharani, seandainya Kamis dini hari itu, 31 Januari 2013, setelah memeriksanya dan menyatakan Maharani tidak terlibat kasus suap itu, KPK tidak begitu gampang membiarkannya meninggalkan gedung KPK dari pintu depan. Padahal, KPK tahu di luar sana, ada puluhan, bahkan mungkin seratusan wartawan yang sedang menunggu seperti hiu-hiu yang sedang kelaparan menunggu mangsanya.

Begitu Maharani muncul dari dalam gedung KPK, ratusan lampu kali flash dari kamera-kamera wartawan itu pun menyala, video-video pun merekamnya. Dari sanalah kemudian wajah Maharani diketahui oleh publik se-Indonesia.

Bahkan dunia. Disertai berita tak sedap yang belum tentu benar, mengenai dia dengan salah satu tersangka kasus itu, Ahmad Fathanah (malah ada yang bilang bersama Luthfie Hasan Isaac) di kamar hotel, tentang perkuliahannya di kampusnya, dan sebagainya.

Padahal, seperti yang dikatakan oleh Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentryani, bisa jadi Maharani adalah korban perdagangan perempuan (traficking). Dia, bisa saja adalah obyek dari gratifikasi seks.

KPK-lah yang sebenarnya lebih tahu. Kenapa KPK begitu “ceroboh” melepaskan begitu saja Maharani keluar dari pintu depan gedungnya, padahal ada puluhan atau bahkan seratusan wartawan yang menunggu? Apakah KPK sama sekali tidak memperhitungkan bahwa Maharani yang sudah mereka bilang sendiri tidak terlibat kasus suap impor daging sapi, itu akan menjadi “bulan-bulanan” wartawan, seperti yang sekarang sudah terjadi?

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa KPK tidak sensitif, KPK memandang enteng privasi dan hak-hak asasi seorang perempuan. Mereka egois. Yang penting mereka sudah berhasil menangkap tersangkanya, tidak mau tahu lagi dengan nasib perempuan muda itu. Mereka melepaskannya begitu saja,seolah-olah membuang benda tak terpakai, tidak perduli dia akan menjadi santapan empuk entah berapa banyak wartawan yang sedang menunggu dengan penuh nafsu itu.

Kalau KPK peka, menghargai hak asasi dan privasi perempuan muda yang bernama Maharani itu, setelah selesai memeriksanya, dan menyimpulkan dia tak ada sangkut-paut dengan kasus suap itu, seharusnya KPK melindunginya dari liputan wartawan.

KPK harus menunggu waktu dan cara yang tepat untuk melepaskan Maharani agar terhindar dari liputan wartawan. Bahkan KPK wajib melindungi identitasnya. Tetapi, kenapa semua itu, tidak dilakukan KPK?

Bahkan bukan hanya melepaskan begitu saja Maharani kepada puluhan/ratusan wartawan di luar gedung KPK, bukankah KPK juga yang menyiarkan nama mahasiswi itu? Bukankah KPK yang memberitahu tentang nama Fakultas dan Universitas tempat kuliahnya? Padahal KPK sendiri bilang, perempuan muda itu tidak ada sangkut-paut dengan kasus suap impor daging sapi itu.

Kenapa KPK begitu tega terhadap seorang perempuan muda itu, yang kini terancam gelap masa depannya?

KPK harus bertanggung jawab dan meminta maaf kepada Maharani dan keluarganya! ***

http://m.kompasiana.com/post/hukum/2013/02/05/kpk-harus-minta-maaf-kepada-maharani-dan-keluarganya/

KPK Harus Minta Maaf kepada Maharani dan Keluarganya

Oleh: Daniel H.t. | 05 February 2013 | 17:06 WIB

Back to posts
This post has no comments - be the first one!

UNDER MAINTENANCE
Follow @AdityaEmail_ 1

80s toys - Atari. I still have