pacman, rainbows, and roller s
HomeBlog Okta AdityaAbout me

United States

Blog Nya Okta Aditya

Blog Aktual Berisi Berbagai Opini, Gagasan, Ide dan Ulasan tentang isu-isu yang lagi hangat dan berkembang. Blog kumpulan berbagai berita aktual dari berbagai kalangan. Dan juga Tulisan-tulisan yang sangat menarik dan bermanfaat dari hasil pengalaman seseorang yang saya share disini.

Blog Terpercaya Rekomendasi Google.

Selamat menikmati, semoga anda senang.


K O N T E N B L O G :


Klik tautan ini untuk melihat konten blog secara lengkap.

RSBI atau SBI Di Bubarkan

RSBI dan SBI Dari Awal Hingga akhir Sejarah

Perhatikan dengan seksama, betapa indahnya
rangkaian kalimat yang tertuang dalam pasal 31
ayat 4 dan pasal 32 UUD 1945 kita. Dengarkan
juga betapa merdunya UU nomor 2 tahun 1983
tentang sisdiknas yang kemudian digantikan oleh
UU nomor 20 tahun 2003 (terutama) pada pasal 5
tentang hak warga negara mendapatkan
pelayanan pendidikan bermutu di negerinya
sendiri.

Belum cukup, ada kalimat yang lebih bombastis
lagi, pada UU nomor 20 tahun 2003 pasal 8,
menyebutkan kesempatan bagi masyarakat
berpartisipasi pada program dunia pendidikan.
Luar biasa hebatnya kalimat itu, bukan?
Apa yang terjadi kini?

Apakah terlalu banyak orang pintar di
kemendiknas sehingga semua dalam naungan
kemendikas itu merasa paling pintar. Terlalu
banyak para pelaku yang mengedepankan
kepentingan binis dan politisnya sehingga
pengambil kebijakan di jajaran Kemendiknas
terbawa arus orang yang mempunyai kepentingan
politis dan bisnis di lembaga ini.

Mungkin juga karena terlalu banyak orang pintar
yang menganggap masyarakat atau orang awam
tidak mengerti apa dan mengapa sisdiknas harus
terus berkembang dan berubah sesuai dengan
perkembangan jaman. Bahkan menduga
masyarakat awam sama sekali tidak pantas untuk
didengar meskipun sudah “menjerit-jerit”
menyuarakan pendapatnya melalui media apapun.

Apa pun alasan dan latar belakangnya, kita
melihat kini sisdiknas tak lain hanyalah sebuah
alat yang digunakan oleh orang-orang pengambil
kebijakan yang merasa lebih pintar sebagai
program yang paling pantas untuk dilakasanakan
saat ini se tanah air.

Sebelum berdirinya negara kita secara resmi,
sisdiknas telah ada yang disebut dengan sistim
pendidikan tradisional, sistim pendidikan kolonial
Belanda dan sistim pendidikan kolonial Jepang.
Artinya, sejak jaman penjajahan pun sisdiknas kita
telah berubah dari masa ke masa.

Setelah merdeka, sisdiknas masuk dalam pasal 31
dan 32 UUD 1945. Kemudian sisdiknas kita mulai
diubah perlahan tapi pasti. ditandai dengan
terbitnya UU nomor 4 tahun 1950 tentang Dasar-
dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.

Lama kemudian terjadi perubahan. Terbitnya UU
nomor 22 tahun 1961 dengan sejumlah
perubahan dan penyempurnaan melahirkan aneka
UU pendidikan hingga pada 1989 yang terlalu
panjang untuk disebutkan di sini. Pada masa ini
terbitlah UU RI nomor 2 tahun 1989 yang tujuan
utamanya adalah untuk meningkatkan kecerdasan
bangsa.

Selesaikah? Ternyata belum. Para “dedengkot”
yang merasa paling mengetahui kondisi dan
kebutuhan sistim pendidikan di tanah air terus
menggeliat. UU nomor 2 tahun 1989 itu pun
digantikan oleh UU nomor 20 tahun 2003 yang
berlaku sampai sekarang.

Sembilan tahun kemudian, tepatnya tahun 2012
sisdiknas bakal tergusur oleh sistim yang lebih
“anyar” dan kedengarannya amat garang, yakni
pemberlakuan kurikulum berkarakter. Tak
terhitung sudah berapa kali pergantian kurikulum
sejak UU RI nomor 2 tahun 1989 itu diberlakukan
sampai kini.

Apa dampak positifnya atas sejumlah UU sisdiknas
diberlakukan yang hampir seirama dengan
berubahnya aneka kurikulum yang
mengedepankan kelinci percobaan itu?

Manfaat positifnya pasti ada, misalnya upaya
pemerataan kesempatan pendidikan dasar dan
menengah, menuntut kreatifitas dan inovasi dalam
belajar mengajar dan mengejar peningkatan
teknologi pendidikan.

Akan tetapi tak dapat dipungkiri ternyata sisdiknas
dengan aneka perubahan kurikulum yang
menyertainya itu lebih banyak dampak negatifnya,
misalnya timbulnya praktek curang dengan
memanipulasi kualitas kelulusan UN siswa dan
membuat pelajar dan guru terperangkap dalam
lingkaran setan malas (Zona aman) yang justru
kontra produktif dengan seluruh tujuan bidang
positif disebutkan di atas.

Kini, meskipun timbulnya pro dan kotra untuk
mengamandemen kembali UU sisdiknas yang telah
ada dan munculnya gelombang pengkondisian
perubahan kurikulum yang didesas-desus sebagai
kurikulum berkarakter, aneka pandangan pro dan
kontra terus merebak membahana kemana-mana
hingga tak jelas lagi bagi kita mana yang tepat
dan yang kurang tepat.

Banyak pihak yang menginginkan perubahan
kurikulum dan mengamandemen UU Sisdiknas,
tapi tak kalah banyak yang mencoba bertahan dan
memberi masukan kepada para pengambil
keputusan yang kelihatannya merasa paling
menguasai kebutuhan apa yang sesuai dengan
pendidikan kita.

Para pengambil keputusan itu entah dari mana
menemukan ide dan gagasan serta masukan
hingga menyiapkan “kuda-kudanya”
mensosialisasikan kurikulum teranyar jika DPR
mengesahkan amandemen UU Sisdiknas terkini.

Setiap kali pengambil keputusan di kementrian
pendidikan nasional berganti setiap kali juga
masyarakat dihadapkan oleh isu dan informasi
tentang adanya perubahan kebijakan entah
sekedar meratifikasi UU atau menerbitkan
kebijakan baru yang esktrim dan mendasar,
seperti amandemen UU sisdiknas dan perubahan
kurikulumnya.

Padahal, sejarah telah membuktikan bahwa sebaik
apapun tujuan dan cita-cita yang diemban dalam
perubahan kebijakan sistem pendidikan nasional
dan perubahan kurikulumnya senantiasa
meninggalkan noda-noda bekas kubangan
kegagalan dalam implementasinya.

Banyak kita temukan terjadinya kecurangan,
penipuan dan menghalalkan segala cara agar
siswa memperoleh angka yang terbaik sebagai
salah satu tolok ukur keberhasilan suksesnya
pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan
terutama di sekolah-sekolah negeri.

Belum lagi kita menemukan para guru yang
mendidik semakin jauh dari harapan karena
merasa banyak tahu dan tidak ingin meningkatkan
kualitas dan skill nya karena hanya mengeluh hari
demi hari tentang semakin beratnya tugas sebagai
tenaga pengajar dalam kondisi serba tak jelas.

Akankah sistim pendidikan kita akan
diamandemen dan berlaku kurikulum terbaru? Jika
benar-benar ini terjadi bukan skeptis dan bukan
curiga melulu, tapi berdasarkan data dan fakta
dari masa ke masa, perubahan itu hanya
pemborosan dan menghabiskan dana negara
secara besar-besaran saja.

Tak salah berusaha menjadi yang lebih baik dan
terbaik. Tapi selama dunia pendidikan kita masih
masuk dalam ranah politik maka apapun
perubahan yang dilakukan hasilnya hanyalah
memperbanyak jumlah kelinci percobaan saja.

Akhirnya yang tertinggal hanyalah penggalan
demi penggalan kalimat yang tertuang dalam
lembaran negara yang bunyinya teramat indah.
Mungkin saja kalimat itu kalimat yang terindah di
dunia.

Lalu, apa yang harus dilakukan selain upaya
ekstrim tersebut? Lebih baik tingkatkan kualitas
SDM tenaga pengajar (guru, dosen dan guru tidak
tetap) serta membangun sekolah-sekolah yang
representatif dari kota sampai pelosok desa. Selain
itu, dana bantuan untuk siswa, pelajar dan
mahasiswa idealnya benar-benar diperuntukkan
bagi perlengkapan dan uang sekolah mereka,
tanpa tedeng aling-aling.

Buat apa hanya menjadi obyek “Kelinci Percobaan”
para badut-badut yang bergelimang dana hasil
kolaborasi pengkondisian perubahan sisdiknas
dengan sejumlah tujuan yang maha bombastis
dan terindah di dunia itu.

Salam Kompasiana
abanggeutanyo

SBI / RSBI bubar_

Sumber http://m.kompasiana.com/post/edukasi/2013/01/09/sistim-pendidikan-kita-kalimat-terindah-di-dunia-/

Sistem Pendidikan Kita, Kalimat Terindah di
Dunia

Oleh: Abanggeutanyo | 09 January 2013 | 01:10
WIB

Back to posts
This post has no comments - be the first one!

UNDER MAINTENANCE
Follow @AdityaEmail_ 1