Kemungkinan ini adalah yang paling
sering dituduhkan kepada al Qur’an. Tentu
saja karena memang nabi Muhammad
adalah orang yang menyampaikan al
Qur’an. Namun bila kita memperhatikan isi
al Qur’an ada beberapa hal yang membuat al Qur’an mustahil berasal dari
Muhammad.
Gaya bahasa yang berbeda
Apabila kita membandingkan hadits-hadits
dengan ayat-ayat al Qur’an maka tidak
akan dijumpai adanya kemiripan dari segi
gaya bahasa (uslub), padahal keduanya
berasal dari orang yang sama. Akan tetapi, keduanya berbeda dari segi gaya
bahasanya. Seringkali Muhammad
membacakan al Qur’an dan sesaat
setelahnya menjelaskannya dengan
hadits. Para sahabat akan dengan mudah
membedakan mana yang al Qur’an dan mana yang hadits karena masing-masing
memiliki gaya bahasanya tersendiri. Memang bisa saja ada orang
bersandiwara dengan menggunakan dua
gaya bahasa yang berbeda dalam
pembicaraannya, namun bila dilakukan
dengan frekuensi yang tinggi pastilah akan
banyak kemiripan di antara gaya bahasa yang satu dengan gaya bahasa yang lain.
Sedangkan pada al Qur’an dan hadits
tidak ditemukan hal yang demikian.
Bahkan dengan gaya bahasa orang Arab
kebanyakan pun al Qur’an tidak memiliki
kemiripan.
Fase lengkapnya al Qur’an
Semenjak turun pertama kali sampai al
Qur’an itu lengkap menghabiskan waktu
sekitar dua puluh tiga tahun, waktu yang
cukup lama untuk menyusun sebuah
buku. Manusia pada umumnya mengalami perubahan mental. Kadang ada fase ia
gembira atau sedih. Al Qur’an disampaikan
dalam berbagai situasi, peristiwa dan
kejadian. Tentunya kondisi ini akan
mempengaruhi kualitas dari al Qur’an.
Tetapi al Qur’an tidak berubah mengikuti kondisi muhammad. Kalaulah mengikuti
kondisi muhammad pastilah di sana akan
banyak terjadi pertentangan.
Susunan Al Qur’an tidak mengikuti urutan
turunnya. Namun kita bisa merasakan
dengan jelas al Qur’an merupakan
ungkapan yang mengalir antara satu
dengan ayat lainnya. Ayat-ayat tersebut
saling berkait dalam satu kesatuan serta tersusun secara rapi dan harmonis seperti
telah direncanakan susunannya seperti itu
jauh sebelumnya.
Muhammad seorang yang buta huruf
Bila ditilik sejarah hidupnya Muhammad
sama sekali tidak pernah sempat
bersekolah. Sejak kecil telah ditinggal
orang tuanya. Sempat menjadi
penggembala kambing lalu ikut menjadi pedagang. Pekerjaan berdagang saat itu
tidak memakan waktu singkat. Dari satu
negeri ke negeri lain menggunakan unta
bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan. Di sisi lain, buta huruf bukanlah sesuatu
yang aib saat itu. Hafalan menjadi
kebanggaan. Seorang penyair yang
ketahuan menuliskan syair-syairnya akan
dicemooh lemah hafalan. Penghargaan
mereka terhadap kekuatan hafalan terus berlanjut sehingga dijadikan kriteria dalam
periwayatan hadits.
Bila dikaitkan dengan al Qur’an, al Qur’an
telah membahas berbagai aspek, baik
masalah agama, ekonomi, politik, sosial,
budaya, peradilan, bahkan mengenai
alam semesta. Hal ini menunjukkan
pembuatnya menguasai berbagai bidang keilmuan secara mendalam. Apakah
Muhammad yang buta huruf dan tidak
bersekolah memahami setiap perkara
secara mendalam lalu dengan mudah
mengkompilasikannya dalam al Qur’an.
Altruisme dan pengorbanan Muhammad
Ada banyak kisah yang menunjukkan
kebaikan Muhammad yang tinggi. Pernah
suatu ketika selendang beliau ditarik dari
belakang. Lalu orang tersebut
menyatakan ingin selendang tersebut. Lalu Muhammad memberikan selendang
itu. Di lain waktu Muhammad juga pernah
menjenguk seseorang yang sangat
membencinya ketika orang tersebut sakit.
Padahal teman-temannya sendiri belum
ada yang menjenguknya.
Di sisi lain ada banyak kisah yang
menunjukkan pengorbanan Muhammad
terhadap agamanya. Muhammad adalah
seorang pedagang kaya sebelum menjadi
nabi. Setelah menjadi nabi kekayaannya
habis untuk berdakwah. Ia pun harus menerima perlakuan buruk dari kaumnya.
Bahkan pada masa pemboikotan
Muhammad sampai memakan sendalnya
yang terbuat dari kulit unta. Pada akhir
hayatnya nabi Muhammad tidak
mewariskan apapun kepada keluarganya.
Alangkah sulit membayangkan orang
yang berbohong atas nama tuhan dengan
membuat al Qur’an melakukan banyak
kebaikan dan pengorbanan. Mengapa
tidak mengaku saja bahwa al Qur’an itu
buatannya sendiri jikalau ia memang orang baik-baik yang memperjuangkan
kebaikan versinya sendiri.
__
Kritik terhadap Muhammad
Di dalam al Qur’an terdapat beberapa
ayat yang mengkritik ketidaktepatan
tindakan Muhammad. Seperti pada ayat-
ayat berikut:
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan
berpaling, Karena Telah datang seorang
buta kepadanya. Tahukah kamu
barangkali ia ingin membersihkan dirinya
(dari dosa), Atau dia (ingin) mendapatkan
pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang
merasa dirinya serba cukup, Maka kamu
melayaninya. Padahal tidak ada (celaan)
atasmu kalau dia tidak membersihkan diri
(beriman). Dan adapun orang yang
datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),
Sedang ia takut kepada (Allah), Maka
kamu mengabaikannya.” [TQS Abasa:
1-10]
Atau
Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk
(membaca) Al Qur’an Karena hendak
cepat-cepat (menguasai)nya.
Sesungguhnya atas tanggungan kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
Apabila kami Telah selesai
membacakannya Maka ikutilah
bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya
atas tanggungan kamilah penjelasannya.
[TQS al Qiyamah: 16-19]
Jika memang Muhammad yang membuat
al Qur’an tidaklah masuk akal bila ia
mengkritik diri sendiri atas keputusan yang
ia telah ambil lalu mengabadikannya
dalam al Qur’an. Hanya yang perlu diperhatikan bahwa
yang dikritik al Qur’an adalah
ketidaktepatan pemilihan sikap yang
diambil oleh nabi Muhammad bukan
kesalahan yang berhukum haram karena
nabi Muhammad tidak pernah melakukan dosa (maksum). Apa salahnya berdakwah
ke pembesar Quraisy? Bukankah beliau
diperintahkan berdakwah kepada
siapapun. Hanya saja ketika ada orang
yang bersedia didakwahi tentunya tidak
tepat apabila tidak mendahulukan orang yang bersedia. Perkara-perkara seperti itu
disebut khilaful aula (menyelisihi yang
terbaik)
Tertundanya jawaban
Kita seringkali menjumpai kondisi di mana
Muhammad ditanyai sahabatnya
mengenai satu perkara atau ada suatu
peristiwa yang perlu dikomentari segera.
Tetapi tidak semuanya langsung beliau jawab, ada pula yang ditunda. Bahkan pernah suatu ketika beliau ditegur
oleh Allah dalam al Qur’an karena
menjanjikan jawaban atas pertanyaan
seorang sahabat keesokan harinya.
Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan
tentang sesuatu: “Sesungguhnya Aku
akan mengerjakan Ini besok pagi, Kecuali
(dengan menyebut): “Insya Allah”. dan
ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa
dan Katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk
kepada yang lebih dekat kebenarannya
dari pada ini”. [TQS al Kahfi: 23-24]
Menurut sebuah riwayat, ada beberapa
orang Quraisy bertanya kepada nabi
Muhammad saw. tentang roh, kisah
ashhabul kahfi (penghuni gua) dan kisah
Dzulqarnain, lalu beliau menyuruh mereka
datang besok pagi kepadaya agar beliau ceritakan. Saat itu beliau tidak
mengucapkan Insya Allah (artinya: jika
Allah menghendaki). Tetapi sampai
beberapa hari wahyu tidak pula datang
untuk menceritakan hal-hal tersebut dan
nabi tidak dapat menjawabnya. Maka turunlah ayat 23-24 di atas, sebagai
pelajaran kepada Nabi. Jika saja beliau
yang membuat al Qur’an, untuk apa beliau
menangguhkan jawabannya beberapa
saat.
-Islam menjawab tuduhan
Laporan : Okta Aditya